Dua Klub Sumut di Divisi Utama tak Cukup
10:53, 31/12/2010Catatan Akhir Tahun
Kala Timnas Indonesia menorehkan prestasi sekaligus setumpuk catatan di Piala AFF, adakah sepak bola Sumatera Utara ikut terlibat? Memang ada Markus Horison dan Oktovianus Maniani yang notebene mantan punggawa PSMS, namun adakah hal itu menunjukkan sepak bola Sumut telah kembali ke jalur yang benar?
Kalau bicara soal sejarah sepak bola Sumut, rasanya tak akan habis satu halaman Sumut Soccer ini. Begitu banyak cerita menyenangkan, kepahlawanan, dan keberhasilan yang membuat Sumut sempat menjadi lumbung punggawa Timnas Indonesia. Sudahlah, romantika tersebut telah berlalu, semacam tahun 2010 yang menyisakan sekian jam lagi.
Catatan akhir tahun ini pun tak berusaha menjadi rangkuman detail dari peristiwa yang terjadi selama setahun ke belakang. Saya lebih cenderung ingin melihat ke depan. Ya, ada apa di tahun 2011, adakah Sumut bisa berjaya?
Ramalan atau prediksi tentunya akan semakin marak dengan kehadiran tahun yang baru. Tapi yang harus diingat, ramalan maupun prediksi tersebut tak sekadar muncul secara tiba-tiba. Dia membutuhkan sinyal alias tanda. Istilah olahraganya adalah statistik. Nah, soal statistik atawa data, dengan dua klub Sumut yang terlibat di Divisi Utama, mungkinkah Sumut akan berbicara lantang di pentas nasional?
Ah, jenuh juga jika catatan ini penuh dengan kalimat tanya. Namun, mau bagaimana lagi, Sumut hanya memiliki PSMS dan Pro Titan di pentas sepak bola nasional; itu pun di kompetisi kasta kedua. Menariknya, jika saja Pro Titan yang sebelumnya bernama Pro Duta tidak memilih Medan sebagai kandang, tentunya hanya PSMS yang mewakili Sumut. Parahnya, kedua klub yang diharapkan mampu mengharumkan nama Sumut, malah biasa-biasa saja. PSMS sebagai saudara tua, yang telah memiliki jam terbang di kancah nasional, tidak menunjukkan keperkasaannya. Dalam lima laga yang telah dijalani, Ayam Kinantan hanya mampu menang dua kali dan tiga kali kalah. Dua kemenangan pun diraih di Stadion Teladan dengan dua puluh ribu fans setiap laganya. Bagaimana dengan Pro Titan? Tak jauh beda, dari lima laga, Kuda Pegasus meraih satu kemenangan, dua seri, dan dua kalah. Ujung-ujungnya, PSMS berada di posisi 9 klasemen sementara Grup I dan Pro Titan peringkat 11.
Terus terang saya iri dengan provinsi tetangga, Nanggroe Aceh Darusallam. Bagaimana tidak, dari negeri Serambih Mekah tersebut ada empat tim yang berlaga di Divisi Utama (Persiraja Banda Aceh, PSLS Lhokseumawe, PSAP Sigli, dan PSSB Biruen). Secara prestasi, cukup membanggakan, Persiraja memuncaki klasemen sementara dengan lima kemenangan dari lima laga. Tidak itu saja, PSLS pun mengikuti di posisi dua. Hebatnya lagi, keempat klub Aceh tersebut tidak ada yang posisinya berada di bawah PSMS dan Pro Titan!
Mungkin, pecinta bola Sumut masih bisa membela diri dengan mengatakan kompetisi masih panjang. Ya, hal itu memang benar. Namun, yang jadi catatan saya bukan sekadar prestasi saat ini saja. Untuk Divisi Utama musim depan, ternyata Aceh telah meloloskan satu klub lagi yakni PSBL Langsa yang berhasil promosi dari Divisi I. Bisa bayangkan jika PSGL Gayo Luwes juga berhasil promosi?
Maka, di mana klub asal Sumut, masihkah bisa bicara? Seharusnya masih bisa. Ya, seandainya saja PSDS tidak mundur dari kompetisi, tentunya ada tiga wakil Sumut di Divisi Utama. Pun, seandainya Madina Medan Jaya berhasil promosi ke Divisi Utama, tentunya akan ada empat wakil Sumut bukan? Sayangnya, hal itu tak terjadi. Sumut pun harus menunggu dua musim ke depan lagi. Masih ada yang mau membela diri kalau sepak bola itu dinilai dari kualiatas dan bukan kuantitas? Baiklah, akan saya jawab dengan kalimat: simak baik-baik klasemen sementara.
Jujurlah, sepak bola Sumut seakan tiarap. Selain klubnya tak ada yang berlaga di Indonesia Super League, bintang asal Sumut seakan terdiam. Di mana Saktiawan Sinaga, Mahyadi Panggabean, Vijay, dan lainnya yang sempat meramaikan sepak bola nasional? Adakah Garuda di dada mereka ketika Piala AFF bergulir? Sekali lagi, memang masih ada Markus.
Beruntunglah, kehadiran Markus tetap mempertahankan status Sumut sebagai penyumbang kiper nasional. Ya, sebelum Markus, ada Ronny Paslah dan Ponirin Meka yang lebih dulu bersinar. Tapi, setelah itu? Sejatinya, seperti kata pemerhati sepak bola Sumut Rafriandi Nasution belum lama ini, PSMS tak bisa lagi mengandalkan masa lalu. Bergerak dan siapkan masa depan. Pertanyaannya, apa yang harus digerakkan dan apa yang harus disiapkan? Adakah konsep matang untuk kemajuan sepak bola Sumut?
Saya kini berharap pada Ayam Kinantan Muda yang berlaga di Piala Suratin. Berhasil juara mungkin bisa menjadi pelipur lara. Tapi, ada kecemasan juga. Ya, setelah juara, mereka mau dibawa kemana? Seperti pemain PSDS Jr yang tahun lalu menjadi juara tiga, gaungnya kini hilang. Apakah mereka hilang sendiri karena tak mampu bersaing atau dihilangkan oleh sistem yang tak jelas. Entahlah. (*)
memang menyesakkan dan menyakitkan.dulu kita begitu berjaya.di pon dapat emas di era perserikatan slalu di atas kelas.kalau mau bangkit gampang tetapi orang medan sumut serta para tokoh dan pejabat nya tak mau sepakbola sumut bangkit,ya tahan kan lah.