Targetin Ranking, Harus Dapat Donk!
10:17, 28/12/2010Aduh…anak saya cuma ranking sepuluh, bingung nih. Kalau anak ibu ranking berapa? Tanya seorang ibu kepada temannya. “Wah kalau anak saya hebat, dari dulu ranking satu terus,” jawabnya dengan rasa bangga.
Dialog seperti di atas sudah menjadi pemandangan rutin saat pembagiaan rapor seperti sekarang ini. Orangtua selalu menjadikan ranking sebagai patokan keberhasilan anak. Bahkan, cendrung menilai tingkat intelegensi anak hanya dari ranking.
So pasti, orangtua ada yang merasa malu mengambil rapor bersama orangtua siswa lainnya. Alasannya, minder saat menyadari anaknya hanya akan mendapat ranking terakhir.
Ranking kadang menjadi momok yang mencemaskan orangtua. Saat pembagian rapor seharusnya anak merasa bangga dengan hasil belajarnya, bukan merasa tertekan. Akibatnya anak ada perasaan takut kalau tidak mendapat ranking satu atau masuk lima besar.
Harusnya nih, orangtua menghargai dulu hasil jerih payah anak selama belajar. Apapun hasil yang diterima, itulah potensi yang harus dikembangkan.
Dan, orangtua harus sangat bijak dalam hal ini. Jangan sampai membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Akan lebih bijak apabila membandingkan anaknya dengan anak itu sendiri. Misalnya dengan mengatakan, “nilai semester ini lebih rendah dari semester sebelumnya, coba berusaha lagi pasti bisa lebih bagus.”
Akhirnya, anak akan lebih enak mendengarnya. Karena tidak ada tekanan untuk melampaui target. Minimal anak akan berpikir “o iya…kalau semester lalu saya bisa meraih nilai bagus, kenapa sekarang tidak!”
Orangtua tentunya bisa mengukur potensi anaknya. Silakan saja memberi motivasi dengan melihat ranking. Tapi jangan sampai menjadi patokan mutlak dalam mengukur potensi intelegensi dan pribadi anak. Jangan sampai orangtua memberi label “si bodoh” kepada anaknya hanya karena anaknya tidak meraih ranking yang diharapkan.
Saat penerimaan rapor, orangtua harus menjadi teman yang baik dalam memberi pemahaman dan motivasi. Jangan sampai sebaliknya, anak ditatar atau bahkan dimarahi karena gagal meraih ranking sesuai harapannya. Terlebih orangtua merasa malu. Akan lebih baik apabila orangtua memberi kejutan kecil usai menerima rapor, sekalipun anaknya tidak rangking satu atau masuk lima besar.
Kenapa memberi penghargaan jerih payah belajar anak hanya menunggu ranking? Justru motivasi terbaik adalah ketika anak mendapat kejutan. Anak akan merasa aman karena tidak dicekoki ranking lagi.
Orangtua harus bisa menjadi teman, guru, dan menjadi orangtua bagi anak-anaknya. Orangtua harus tahu menempatkan diri, kapan menjadi salah satu peran itu. Nah, di saat-saat usai penerimaan rapor ini anak sangat membutuhkannya. (sory ya pak, bu, ini sekadar wejangan alias nasehat biar anak-anak kita yang nggak dapat ranking tak berkecil hati).
Tapi, buat para sobat Xpresi (sobeX), harus giat belajar donk! Jangan mentang-mentang dibela Tim Xpresi Sumut Pos, lantas nge-les minta agar ortunya paham soal ranking di atas tadi.
Nah, para sobeX harus punya tekad untuk dapat meraih ranking, mulai dari ranking pertama sampai ranking tiga. Kalau nggak bisa dicapai, minimal masuk dalam sepuluh besar biar bisa membuat ortu bangga. Jangan malah nomor corot alias nomor ranking terakhir.
Supaya dapat ranking, sobeX harus giat belajar donk, supaya bisa dapat meraih target ranking. Terus, kalau guru menerangkan, harus rajin disimak, jangan malah kamu tidur saat guru menerangkan atau nge-gosip saat guru kamu menjelaskan pelajaran. Trus lagi, jangan suka bolos, ntar ketinggalan pelajaran.
Nah, ternyata, dari 300 sobeX kita, hampir semuanya (97 persen) dari jumlah itu punya target dapat ranking di kelasnya. Mulai dari ranking 1 (24 persen), ranking 3 besar (36 persen), ranking 10 besar (13 persen). Bahkan, ada nggak nargetin, yang penting nilainya lumayan (27 persen).
SobeX pun punya kiat buta mencapai target rankingnya. Di antaranya nih, dengan belajar keras, kurangi bermain (11 persen), belajar beberapa jam yang penting efektif (66 persen) dan rajin ngulangi pelajaran di rumah
(33 persen).Mantafff!!!
Kayak Surya Permana, siswa SMA Negeri 3 Medan selalu punya target ranking di kelas. “Emang sih, di kelas aku tuh saingannya berat banget. Coz, mereka pada pinter semua, jadi susah dikalahkan. Tapi paling tidak, ada targetin masuk 10 besar. Ya, mudah-mudahan selama ini aku tetap masuk 10 besar. Ortuku jadi bangga karena anaknya nggak bodoh-bodoh amat, hihihihi,” ujarnya. (ila)