Kepada pembaca, relasi dan pemasang iklan, Sumut Pos tidak terbit pada edisi 1-2 Januari 2011, sehubungan libur Tahun Baru 2011.
Kami akan hadir kembali pada Senin, 3 Januari 2011. Terimakasih Penerbit

Masalah Setelah Piala Dunia

10:10, 13/07/2010

HAMPIR sebulan perhatian masyarakat global berpaling ke Afrika Selatan untuk menyaksikan pesona Piala Dunia Sepak Bola. Seakan menegaskan kodratnya sebagai makhluk yang suka bermain, homo ludens, perbincangan orang di mana-mana di berbagai penjuru dunia dalam sebulan ini selalu diwarnai bola. Berbagai persoalan penting di seluruh dunia yang bersifat domestik, regional, ataupun global terdesak jauh ke belakang.

Pertandingan Piala Dunia 2010 yang dimulai 11 Juni lalu me­mang  memancarkan energi ke mana-mana. Energi yang me­mengaruhi umat manusia untuk menyaksikan, mengambil sikap, menggugah emosi, dan hanyut dalam kesenangan atau kesedihan. Dalam 61 laga yang dimainkan (termasuk pertarungan final dini hari tadi), yang melibatkan 736 pemain dari 32 negara, penghuni dunia pun selalu terbelah. Sebab, masing-masing mendukung kesebelasan yang berbeda sekalipun dukungan itu kerap didasarkan pada alasan yang sulit dimengerti. Ada yang berdasar kebangsaan, hubungan darah, atau cuma lantaran senang melihat tampang pemain dan keahliannya mengolah bola.

Sepak bola juga telah melenyapkan batas antara petinggi dan rakyat. Mereka berbaur dan tenggelam dalam kebersamaan. Khalayak bisa melihat seterang-terangnya cara Kanselir Jerman Angela Merkel dan Ratu Spanyol Sophia Margarita Victoria Frederika meluapkan emosinya di tengah gemuruh terompet vuvuzela. Pertemuan ekonomi paling penting, G-20, di Kanada, juga terhenti beberapa kali, gara-gara beberapa pemimpin negara-negara paling kaya itu tidak rela melewatkan laga timnas mereka.

Hari ini semua kemegahan itu berakhir. Sang juara sudah membawa pulang piala yang paling diidam-idamkan. Sebagai negara penonton, kita harus kembali ke kenyataan yang pasti tidak segemerlap dan penuh hiburan seperti Piala Dunia. Pemerintahan harus kembali bekerja karena berbagai masalah harus dituntaskan. Tidak ada alasan lagi menunda-nunda penyelesaian Skandal Bank Century, masalah yang membelit pimpinan KPK, perekonomian yang masih tertawan modal asing, ledakan elpiji yang terus terdengar dan memakan korban, sampai pada skandal video mesum yang diduga melibatkan beberapa artis.

Jangan sampai setelah Piala Dunia berakhir rakyat dibuat terkaget-kaget saat menerima tagihan listrik yang naik mulai 1 Agustus nanti. Jeritan ibu-ibu rumah tangga akibat lonjakan harga bumbu dan sayur yang dulu kalah oleh suara tidak berirama terompet vuvuzela juga harus dicegah agar tidak terdengar lebih nyaring.

Bersama pemerintah, kita harus mencegah Piala Dunia hanya menjadi momen pelarian masalah seperti penyelenggaraan sirkus dan gladiator pada zaman Kekaisaran Roma atau adu manusia melawan banteng yang diadakan pemerintah fasis Spanyol. Sirkus atau adu banteng dipertontonkan sebagai taktik mengalihkan perhatian agar rakyat melupakan kelaparan karena penguasa gagal mengatasi kelaparan.

Piala Dunia harus kita jadikan inspirasi pembentukan karakter bangsa. Sebab, di balik gemerlap panggung Piala Dunia, sebenarnya terdapat pergulatan yang menekankan kerja keras, kedisiplinan diri, profesionalitas dan rasa tanggung jawab. (*)


YM

 
PLN Bottom Bar