113 Kasus Pelanggaran Kampanye Pilpres

10:58, 03/07/2009

JAKARTA-Sehari menjelang masa akhir kampanye Pilpres Kamis (3/7), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat telah terjadi 113 pelanggaran. Tim kampanye pasangan incumbent (SBY-Boediono) tercatat paling banyak melakukan dugaan pelanggaran.

Koordinator Bidang Penanganan dan Pelanggaran Bawaslu, Wirdyaningsih mengungkapkan, selama masa kampanye, pasangan SBY-Boediono telah melakukan 47 kasus pelanggaran. Rinciannya, 14 kasus pelanggaran pidana dan 33 kasus pelanggaran administrasi. “Baru menyusul di bawahnya pasangan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo,” ujar Wirdyaningsih di Jakarta kemarin (2/7). Total pelanggaran kampanye keduanya sama, yaitu 33 kasus.

Dari jenis pelanggaran, lanjut dia, terbanyak pelanggaran administrasi dengan 70 kasus di antaranya penggunaan fasilitas pendidikan, ibadah, dan pemerintahan untuk kampanye, yakni 61 kasus. “Seharusnya pelanggaran semacam ini tak perlu terjadi karena aturannya sudah sangat jelas,” sesal dosen FH UI itu.

Sedangkan pelanggaran pidana, terbanyak adalah menjanjikan atau memberikan uang (10 kasus), menghasut atau mengadu domba (9 kasus) dan melaksanakan kampanye di luar jadwal (8 kasus).

Menurut Wirdyaningsih, dengan kecenderungan pelanggaran kampanye yang masih cukup tinggi itu, lembaganya telah bersiap-siap untuk meningkatkan pengawasan saat memasuki masa tenang nanti. Masa tenang tersebut dimulai sehari setelah masa kampanye berakhir yaitu mulai 5 Juli. “Pengalaman saat pemilu legislatif, di masa tenang inilah justru intensitas pelanggaran meningkat, terutama money politics,” ungkapnya.

Untuk efektivitas pengawasan, Bawaslu juga telah berkoordinasi dengan panwas di daerah. Mereka telah diingatkan untuk meningkatkan kewaspadaan yang sama. Sebab, lanjut Wirdyaningsih, pelanggaran kampanye di masa-masa tersebut lebih banyak terjadi di basis massa akar rumput.

“Soal money politics, tiga pasang calon tidak akan melakukan, tapi jaringan di bawah ataupun tim-tim bayangannya itu yang harus diwaspadai,” tandasnya.

Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), M Turmudzi mengingatkan, Bawaslu agar terus mengawasi pelanggaran tersebut. “Agar Bawaslu dan jajarannya tidak hanya menjadi tukang pos, butuh komitmen untuk mengawal sampai tuntas,” ingatnya.

Berkaca pada pengalaman pemilu legislatif, menurut dia, setumpuk kasus pelanggaran pemilu mangkrak begitu saja. Penyebabnya, Bawaslu tidak melakukan pendampingan saat laporan itu sudah sampai di polisi. “Kinerja Bawaslu mau tidak mau harus dimaksimalkan agar demokrasi kita semakin matang,” tandasnya. (dyn/jpnn)


YM

 
PLN Bottom Bar