Mengadapi UN Maret 2010

08:07, 14/11/2009

MEDAN- Ujian Nasional (UN) memang masih lama, tapi siswa dan orangtua siswa mulai kasuk-kusuk memikirkan kelulusan anaknya. Telebih dalam UN Maret 2010 mendatang standar kelulusan naik dari 5,0 menjadi 5,5.
Hadisty Pratiwi siswa Kelas XII Jurusan Administrasi Perkantoran (AP) 3 SMK BM Pancabudi 2 Medan mengaku, kenaikan nilai standar kelulusan dalam UN menjadi momok. Sebab, peluang lulus akan sulit terlebih lagi dalam UN tahun 2008 lalu ada 182 “Dengan informasi ini, kami akan lebih mempersiapkan diri. Kami akan  menambah jam belajar dengan berbagai cara, seperti  bimbingan belajar di sekolah maupun di luar sekolah,” ujarnya.

Langkah ini, sambung Hadisty harus dilakukan, sebab persaingan kelulusan semakin kecil. “Ini juga merupakan motivasi tersendiri bagi kami untuk  belajar lebih keras. Kabarnya, nilai standar UN juga sedang  diusulkan sebagai tiket masuk perguruan tinggi. Itu juga  merupakan jembatan dan motivasi kami untuk mendapatkan  nilai UN yang lebih baik,” beber Hadisty.

Di tempat terpisah M Ardian Syah siswa SMA Negeri 3 Medan mengaku, kenaikan standar kelulusan UN bagus, agar Indonesia tidak tertinggal dengan negara lain. Tinggal lagi, siswanya yang harus banyak belajar seperti mengikuti bimbingan belajar dan lain sebagainya.   

“Saya sudah tahu kenaikan itu. Makanya saya ikut bimbingan belajar di SSC,” ungkapnya.

Sementara itu Nurhayati orangtua siswa mengaku ketar-ketir melihat anaknya dalam menghadapi UN. Namun, mau tidak mau Nughayati harus menyokong pendidikan anaknya itu.

“Ini merupakan program peningkatan mutu pendidikan. Kami selaku orangtua siswa harus mencarikan dana untuk meleskan anak-anak kami di luar sekolah,” ungkapnya. Les tambahan ini, sambung Nurhayati paling tidak dapat membantu anak-anaknya dalam menjawab soal-soal yang diujikankan kelak. “Kan di bimbingan tes itu anak-anak diajari menjawab soal,” katanya.

Di satu sisi Nurhayati juga meminta kepada pemerintah agar jeli dalam melihat  perkembangan pendidikan. “Jangan serta-merta menaikkan  nilai UN sembarangan. Sementara sekolah juga harus didukung  dalam meningkatkan SDM pengajar dan siswanya,” ujar Nurhayati.

Keluhan yang sama juga disampaikan Rasti. Ibu rumah tangga yang menyekolahkan anaknya di SMA YPK Simpang Limun ini mengaku was-was anaknya tidak lulus.
“Mendengar kabar standar kelulusan naik dari 5,0 menjadi 5,5 saya jadi sock. Padahal bukan saya yang akan menjalaninya,” ungkap Rasti.

Sebagai orangtua lanjut dia mengaku sedih jika anaknya tidak lulus UN. “Bayangkan kita sudah capek-capak cari uang. Jika anaknya saya tidak lulus, kan kacau dan sia-siap perjuangan kami selaku orangtua selama ini,” ungkapnya. Lantas apa yang akan dilakukan? Selain memaksa anaknya untuk lebih giat lagi belajar di rumah, Rasti juga menyisihkan uangnya untuk biaya les di luar sekolah. “Saya akan masukkan anak saya di les tambahan,” ujar Rasti.   

Kepala SMK Bisnis  Manajemen Panca Budi 2 Medan, Daruri Khairuddin SE mengatakan, menghadapi UN mereka melakukan persiapan  penambahan jam belajar siswa serta penambahan pendidikan, latihan dan diskusi para guru.

Daruri mengatakan, pihaknya pada tahun-tahun sebelumnya  juga telah menggelar bimbingan untuk para siswanya. “Pada  bimbingan tersebut siswa dilatih mengerjakan soal prediksi UN  yang mengacu kepada soal UN tahun lalu. Standar  kompetensi lulusan (SKL) yang diterapkan di sini juga menurut  Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas),” ungkapnya.

Sebelumnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 75 Tahun 2009 tentang UN SMP/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, SMA/Madrasah Aliyah (MA), SMA Luar Biasa (LB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tahun Ajaran 2009/2010 yang ditetapkan di Jakarta, 13 Oktober 2009 disebutkan pelaksanaan  UN dilaksanakan Maret 2010.
Jadwal ini lebih cepat ketimbang ujian nasional tahun sebelumnya yang dilaksanakan April 2009. (saz)


YM

 
PLN Bottom Bar