Kepada pembaca, relasi dan pemasang iklan, Sumut Pos tidak terbit pada edisi 1-2 Januari 2011, sehubungan libur Tahun Baru 2011.
Kami akan hadir kembali pada Senin, 3 Januari 2011. Terimakasih Penerbit

Rektor USU Kritik Pola Belajar Siswa

10:10, 30/09/2010

MEDAN- Pola belajar yang selama ini dilakukan sebagian siswa menuai kritik dari seorang profesor. Adalah Prof Syahril Pasaribu Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang juga dikenal sebagai pengamat pendidikan Kota Medan bahkan nasional.

Menurutnya, kebanyakan siswa di Indonesia hanya mahir di bidang teori, namun lemah pada praktek. Hal ini disebabkan sistem pendidikan yang mengutamakan brain memory (memori otak).

Maka untuk melengkapi kemampuan siswa dalam praktek, mereka harus dibekali juga dengan sistem pendidikan yang menggunakan muscle memory (memori otot). “Dengan sistem atau metode ini, siswa diajak menyeimbangkan antara teori dan praktek. Namun untuk mencapai kesuksesan metode ini harus dimulai dari perubahan kultur kelas atau kultur belajar,” terangnya kepada wartawan baru-baru ini.

Selama ini masih banyak metode guru bicara siswa pasif. “Sekarang harus diubah, siswa juga harus ikut aktif. Budaya kita kan budaya kuliah, seperti memberikan kuliah lantas siswa mencatat. Guru itu harusnya memberi pertanyaan bukan memberi kuliah. Kultur itu harus diubah, guru harus bertanya, siswa mencari jawabnya sendiri di rumah,” terangnya.
Selain itu, sambungnya, dalam tiap mata pelajaran harus memperbanyak bobot latihan, “Dalam setiap mata pelajaran harus ada motoriknya.

Motoriknya itu latihan, turun ke lapangan, bergerak. Pengajar jangan memberi porsi teori yang terlalu besar,” katanya. Brain memory tadi dianggap tak lagi relevan. “Yakni hanya sebatas teori, menghafal rumus, mengetahui formula atau rumus dan bukan menjalankan rumus atau menguji sendiri di lapangan. Sementara rumus hanya berhenti sampai di laboratorium. Kalau muscle memory, merupakan ingatan yang berada di otot. Muscle memory sendiri didapat karena orang tersebut terlibat latihan dan bukan hanya sekedar menghafal,” jelasnya.

Syahril mencontohkan, Jepang yang menggunakan metode pembelajaran origami, sehingga ketika mereka dewasa berdampak pada penguasaan teknik. ”Mereka bisa membuat otomotif, mekanisasi bagus karena mereka terlatih untuk bergerak. Sementara di Indonesia tidak,” ujar Syahril seraya mengatakan, siswa Indonesia kurang motorik, sehingga di kelas mereka hanya diam saja.

“Sementara negara yang mengutamakan muscle memory mengharuskan siswanya aktif bicara, angkat tangan, ngomong, sifatnya interaktif di kelas,” paparnya.

Apabila proses belajar brain memory terus dilanjutkan, sambungnya, maka akan berakibat buruk pada generasi mendatang, “Satu contoh nyatanya adalah mencari petani di Indonesia itu susah.

Karena menjadi petani itu bukan teori pertanian, Sistem Penjamin Mutu Akademik (SPMA) yang awalnya di Kementan (Pertanian) sekarang di bawah Kemendiknas (Pendidikan). Metode belajarnya menjadi brain memory  padahal harusnya muscle memory,” ungkapnya.

Menurut Syahril, dampak lainnya adalah pembatik di Indonesia akan mengalami kesulitan. “Karena di sekolah tak mengajarkan langsung orang membatik pakai canting. Akibatnya banyak orang ingin buat usaha batik namun tak bisa, karena tangannya tidak aktif atau tidak terbiasa,” ujarnya. (saz)


YM

Kata kunci pencarian berita ini:

 
PLN Bottom Bar