Kepada pembaca, relasi dan pemasang iklan, Sumut Pos tidak terbit pada edisi 1-2 Januari 2011, sehubungan libur Tahun Baru 2011.
Kami akan hadir kembali pada Senin, 3 Januari 2011. Terimakasih Penerbit

Narsis tapi tak Pernah Lihat Cermin

10:04, 17/10/2010

Lantun oleh: Ramadhan Batubara

Konon, Narcissus, anak dari Dewa Sungai Cephissus dan Peri Liriope, dalam mitologi Yunani, tewas dalam usia muda. Tragisnya, pemuda tampan itu tewas karena jatuh cinta dengan bayangannya sendiri yang terpantul di air yang bening. Ya, semacam cermin.

Dari kasus di ataslah muncul kata narsis yang begitu top belakangan ini. Kata yang diambil dari tokoh Yunani tersebut, dilekatkan pada orang-orang yang begitu membanggakan diri. Tapi, ini bukan soal sombong atau angkuh atau pongah atau apalah yang sejenis dengan hal itu. Narsis lebih mengarah ke kepuasan diri pribadi. Misalnya, si Narcissus tadi, dirinya begitu menyukai wajahnya sendiri yang terpantul dari air bening. Dan, sebagai pria tampan, dia tidak mengejek mereka yang jelek. Jadi, dia tidak bisa dikatakan sebagai sosok yang sombong kan?

Sederhananya, narsis lebih soft dibanding sombong. Tapi, bahaya dari narsis ini bisa jauh lebih mengakar dari sombong. Contohnya, si Narcissus tadi. Dia mati gara-gara bercermin di air bening. Bayangkan, tidak ada siksaan dari faktor luar, yang membuatnya mati hanya dirinya sendiri. Kenapa? Ya, karena saking mencintai wajah yang dilihatnya itu, dia jadi lupa makan dan sebagainya.

Nah, ini dia maksud dari lantun kali ini. Narsis. Saya pribadi mengaku sebagai orang yang narsis. Bagi saya narsis itu penting, dia bisa membangkitkan kepercayaan diri. Apalagi kalau soal karya, wah, jangan tanya sama saya soal karya terbaik, pasti milik saya jawabannya. He he he he. Tapi, saya tak mau sampai lupa makan seperti si Narcissus itu. Narsis malah membuat saya jadi sadar diri, pasalnya begitu merasa narsis, saya akan memperhatikan karya yang saya anggap bagus itu lebih teliti. Kasarnya, dengan begitu saya bercermin. Dan setelah itu, ya, saya perbaiki diri untuk membuat karya yang lebih baik lagi. Ah, kok malah saya jadi terbawa narsis ya. Fiuh.

Sebenarnya ini terkait presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Terus terang ini tentang lagu ciptaannya yang menjadi soal pada ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Perdagangan. Dalam lembar soal berkode 11-01, di grup B, terdapat soal multiple choice dengan pertanyaan, “Apa judul lagu ciptaan SBY yang masuk dalam album ketiga?” Pilihan jawabannya, antara lain Matahari Bersinar, Sinar Mentari, dan Mentari Bersinar. Hm, saya beranggapan kenyataan ini adalah sebuah ciri orang yang narsis tanpa melihat cermin.

Maksudnya begini, sepenting apakah lagu itu menjadi salah satu pertanyaan? Seberapa topkah lagu itu hingga ada pikiran kalau peserta bisa menjawab. Dan, sudah terakuikah SBY sebagai seorang seniman, dalam kasus ini berarti musisi? Beberapa pertanyaan ini sejatinya adalah sebuah cermin yang seharusnya dipandang SBY sebelum menggolkan pertanyaan tersebut. Dengan kata lain, Narcissus tentunya tak akan mati jika dia tidak melihat bayangannya di air bening tersebut kan? Ya, karena dia tahu ada wajah yang sangat tampan itulah maka dia sampai tak makan. Lalu SBY? Sadarkah dia kalau lagu ciptaannya itu sudah dikenal atau enak didengar? Bah!
Tapi, saya tak mau narsis dengan pikiran saya terhadap SBY. Dari fenomena ini, saya malah berpikir sejatinya orang narsis itu juga terbagi. Pertama orang yang dinarsiskan dan kedua orang yang menarsiskan diri. Bagi orang yang pertama, sebenarnya orang itu tidak narsis. Namun, dia memiliki cela yang membuat orang lain menggunakan hal itu agar si tokoh dianggap narsis oleh khalayak. Definisi sederhana ini bisa untuk SBY. Bukankah bisa saja yang menggolkan soal itu bukan SBY? Nah, jika begitu ribet juga. Pasalnya kita harus memilah lagi orang yang mengerjai SBY. Pertama, orang itu sengaja membuat citra SBY jelek dengan menjadikan SBY orang yang narsis. Kedua, orang yang sengaja membuat hal itu biar SBY senang. Kenapa bisa terjadi, jawabnya karena SBY memang membuat lagu. Bayangkan saja kalau SBY tak membuat lagu, tentunya hal itu tak akan terjadi kan? Ribet kan?

Kemudian, orang yang menarsiskan diri. Nah, kalau yang ini sudah jelas, dia yang melakukan sendiri kenarsisannya itu. Orang seperti ini biasanya tak memiliki cermin di rumahnya. Ya, dia begitu ingin dipuja. Caranya, ya, dengan menonjolkan diri sendiri. Apakah SBY termasuk yang ini?

Sejatinya untuk SBY saya tidak berusaha memetakan posisinya di pembelahan narsis tadi. Negara ini penuh misteri, jadi saya pun tak berusaha mencari pemecahannya. Seperti kata orang bijak, semakin banyak belajar kita akan semakin bodoh. Jadi, semakin saya berusaha menyelami kenarsisan SBY, saya malah semakin tak tahu. Terus terang saja, saya bisa mengklaim SBY masuk dalam salah satu pembelahan narsis menurut saya tadi. Tapi muncul pula pertanyaan dalam diri saya, untuk apa? Ya, untuk apa saya klaim, toh orang narsis akan mendapat balasannya sendiri kok. Ya, persis si Narcissus. Bukankah begitu? (*)


YM

 
PLN Bottom Bar