Lamsar Simanjuntak, Bertobat karena Kesetiaan Istri

09:59, 31/01/2010

“Bapak saya ini memang orangnya keras karena dia pemabuk. Sampai dia memukul dan mengikat saya, waktu itu saya dendam sama bapak.” kata Lamsar ketika mengenang ayahnya.

Dendam itu tersimpan dalam diri Lamsar dan hari demi hari Lamsar tumbuh dalam kebencian akibat perlakuan kasar dari ayahnya. Ketika masih berumur 12 tahun dia mengambil keputusan untuk bergabung dengan kelompok bajing loncat. Setiap hari Lamsar merampok mobil-mobil yang melintas di jalur Jakarta-Sumatera, namun kegiatan tersebut diketahui polisi. Dan Lamsar memutuskan untuk melarikan diri dan masuk di terminal Mercubuana. Di situ Lamsar bergabung dengan preman-preman.

“Memang di sana mau cari uang, pekerjaan, atau bongkar muat harus dengan berantam lebih dulu.”
Kehidupan yang keras sudah menjadi gaya hidup Lamsar, bahkan Lamsar berani menikam seorang preman untuk mengambil dompetnya. “Pekerjaan saya memang begitu kalo ada orang tidur dompetnya saya ambilin. Kalo ketahuan berantam. Waktu itu saya ketahuan, karena saya tidak bisa lawan dia maka saya ambilah pisau. Dia saya tusukin, setelah itu saya melarikan diri ke kampung.”

Namun Lamsar tidak lama di kampungnya, Lamsar memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan memimpin komplotan preman di Pulo Gadung.
“Karena saya udah pernah menusuk orang, jadi sayalah kapten mereka. Pekerjaan kami ‘marsapu jagat’ atau membajak bis. Karena saya kapten saya keluarkan golok saya, sopir saya ancam, semua penumpang kasih hartanya, uangnya,  kalungnya kalo bergerak akan mati,” ujarnya menceritakan kisahnya.

Tanpa perasaan dan tanpa sedikit pun rasa kasihan Lamsar dan teman-temannya merampas semua harta miliki penumpang. Bahkan bagi Lamsar kejahatannya adalah sebuah kebanggaan.

“Setelah itu kita  bawa hasil yang kita ambil, emas dan cincin itu semuanya, kita pulang kadang-kadang kita jemur, punya siapa yang paling banyak. Sesudah itu kami jual untuk main judi, mabuk-mabuk, ganja dan main perempuan.”

Setiap hari Lamsar berpesta pora menikmati hasil jarahannya. Kebiasaan buruk ini pun terus dibawanya ke dalam pernikahan. “Awalnya dia mengaku kontraktor. Saya belum tahu siapa sebenarnya dia, apa pekerjaannya yang sebenarnya”, ungkap istri, Ribur. Terbuai dengan bualan suaminya, Ribur pun percaya meski masih ada rasa curiga.

“Ga ada damai, kalo dia datang saya ketakutan. Setiap hari ada rasa ketakutan dan jantung saya berdebar-debar.” Dalam hati Ribur selalu timbul pertanyaan tentang pekerjaan suaminya yang sebenarnya.

Namun akhirnya kecurigaan Ribur pun terungkap juga. Setelah 5 bulan menikah, teman-teman suaminya datang ke rumah. Mereka bercerita dan mengajak suaminya melakukan perampokan ke rumah-rumah. “Istri saya dengar tapi dia tidak bisa menuduh karena takut kepada saya,” kata Lamsar. Setelah teman-teman suaminya pergi, Ribur bertanya kepada suaminya tentang pekerjaan suaminya dan Lamsar menjadi ketakutan.
“Barulah istri saya mengerti bahwa saya telah mengerjakan ga berkenan di mata dia. Saya bawa uang berjuta-juta ke rumah tetapi tidak dibelanjain.” ungkapnya Lamsar. “Tolonglah ini uang jangan ditaruh di lemari. Karena bau banget, beda dengan uang saya. Badannya bau, uangnya bau, semuanya bau,” kata Ribur ketika menyadari hal tersebut.

Sejak itu perangai Lamsar berubah menjadi orang yang keras dan kasar terhadap istrinya.

“Seperti ada yang masuk dalam dirinya, saya diludahin, ditendang, ditariknya baju saya. Ini yang saya tahan 7 tahun lamanya,” ujar Ribur mengungkapkan perlakuan buruk suaminya.

“Pacaran lagi di luar-luar, dengan wanita-wanita. Tiap malam aku mabuk,” timpal Lamsar. “Kalo pulang pintu tidak segera dibuka, langsung ditendang. Jadi selama 7 tahun saya tidak bisa bicara sama suami seperti makan hati setiap hari,” ungkap Ribur.

Hari-hari Ribur berubah kelam, bertahun-tahun menjalani pernikahan sedikitpun tidak pernah merasakan kebahagiaan. Bahkan suatu ketika, Ribur hampir mati di tangan suaminya. Waktu itu dia minta suaminya untuk membeli ikan karena mereka tidak masak tetapi suaminya justru marah dan mengancam akan membunuhnya dengan parang.

Ribur hanya bisa pasrah menerima kenyataan yang harus dihadapinya, namun tidak pernah terbersit dalam benaknya untuk meninggalkan suaminya.

Dengan sebuah pengharapan yang sepertinya mustahil, Ribur menyerahkan suaminya kepada Tuhan serta terus menceritakan keajaiban Tuhan kepada Lamsar meskipun suaminya tidak mau percaya. Namun rasa penasaran timbul dalam hari Lamsar hingga akhirnya Lamsar mengikuti sebuah ibadah.

“Waktu dalam pertemuan itu saya menyerah, ada firman Tuhan mengatakan ‘Biarpun dosamu merah seperti kirmisi akan menjadi putih seperti salju. Yesus yang mati di kayu salib itu hari ini akan menebus engkau sebesar apapun bebanmu, Yesus tidak akan pernah menolak engkau.’ Demikian dikatakan kepada saya. Seseorang mengatakan, ’Akui dosamu, Tuhan akan mengampunimu.”

Sesaat Lamsar teringat dengan dosa-dosa masa lalunya. Lamsar melihat sebuah sinar dan terjatuh. Lamsar merasakan semua bebannya seketika itu hilang dan damai sejahtera dan suka cita mulai mengalir dalam hidupnya.(jc/net)


YM

Kata kunci pencarian berita ini:

 
PLN Bottom Bar