Dari Jaga Toko Hingga Punya Pabrik

09:25, 06/06/2010
Dari Jaga Toko Hingga Punya Pabrik

Susanto Lim Alias Aseng, Pemilik Pabrik Parabola dan Kereta Sorong

Di usianya yang ke-40 tahun, Susanto atau yang akrab disapa Aseng bisa dikategorikan pengusaha muda tionghoa sukses. Saat ini, dia memiliki pabrik kereta sorong Kiu Kiu dan pabrik rakitan parabola Dish BPSAT. Keduanya di bawah naungan PT Bintang Persada Satelit. Tak hanya itu, pemasaran produknya juga telah sampai ke wilayah Indonesia Bagian Timur, di samping pemasaran Sumut dan sekitarnya. Selain  itu, Aseng juga dikenal sebagai tokoh pemuda yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan di Kota Medan.

Keseharian Aseng bersama karyawannya sibuk menyiapkan pesanan konsumen, khususnya kereta sorong. Tapi kesuksesan itu tidaklah didapatkan Aseng dengan berpangku tangan dan enak-enakan. Berbagai tantangan dan lika- liku bisnis kerap dijalaninya, semuanya bisa dilalui dengan baik. Kuncinya kata Aseng setiap bisnis dikerjakan secara sungguh-sungguh dan semangat yang kuat untuk maju dan berkembang. Artinya, seseorang harus punya prinsip akan menjadi lebih baik di kemudian hari. Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Adi Candra Sirait dengan Aseng di Restoran Taipan Capital Buiding, Jalan Putri Hijau, Kamis, 3 Juni 2010.

Saat ini Anda sebagai President Director PT Bintang Persada Satelit, apa tanggapan Anda?

Biasa aja. Apalagi ini buah dari perjuangan dan kerja keras saya selama ini. Yang terbayang di benak saya bagaimana mengembangkan usaha ini dengan berbagai inovasi-inovasi sesuai perkembangan zaman. Awalnya saya hanya membuka pabrik parabola lengkap dengan receivernya. Tapi sekarang mengembangkan bisnis pabrik kereta sorong. Saya juga aktif di club teh sebagai owner. Bersama teman saya juga buka Vision Internasional Standard Academy. Di bidang sosial saya juga merangkap dua jabatan sekaligus yakni Humas dan Wakil Ketua Harian Yayasan Sosial Lestari Indo Makmur serta menjadi penasehat di beberapa organisasi kemasyarakatan yang ada di Kota Medan.

Kenapa Anda begitu serius menekuni bisnis ini?

Ya. Dari latar belakang keluarga saya anak bungsu dari tiga bersaudara. Saat saya masih kecil, orangtua meninggal dunia sehingga mau tidak mau ibu saya buka usaha rumah makan guna memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai anak laki-laki tentunya saya tidak mau berpangku tangan. Prinsip hidup kala itu ‘jangan mau menjadi orang yang terbelakang’. Hal ini dapat diwujudkan dengan memiliki  usaha sendiri dan bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sekarang inilah hasilnya yang saya dapatkan. Punya pabrikan kereta sorong dan parabola sendiri dan karyawan yang lumayan banyak. Selain itu struktur organisasi di PT Bintang Persada Satelit sudah baik dan lengkap. Saya sendiri sebagai President Director dan istri Vice Director. Setiap pagi kami berdua mengelola usaha ini dengan baik dan semangat.

Sebelum punya pabrik, Anda usaha apa waktu itu?
Banyak. Saat duduk di bangku SMP, saya sudah bekerja, meskipun hanya membantu abang di bengkel gulung dinamo. Pulang sekolah langsung ke bengkel. Setiap pekerjaan yang ada di bengkel, saya kerjakan. Pokoknya setiap pulang kerja tangan hitam-hitam, kotor. Tapi bagi saya pekerjaan itu tidak masalah, sebab prinsip saya adalah bagaimana memiliki skill (keahlian), tidak perduli di bidang apa. Dengan keahlian itu, saya bisa membuka usaha sendiri dan hidup tanpa bantuan keluarga.

Tapi bekerja di bengkel dinamo itu tidak lama, sebab saya pindah bekerja, sama abang sepupu di toko elektronik. Dari sinilah awal mulanya saya cinta produk elektronik terutama parabola dan perangkatnya. Mula-mula, karena saya tidak memiliki keahliaan apa-apa, saya disuruh untuk jaga toko dan melayani setiap pembeli. Itu saya lakukan dengan senang hati dan penuh kesabaran. Tapi lama kelamaan saya mulai memperhatikan cara kerja teknisi parabola yang ada di toko tersebut. Diam-diam ilmunya saya curi hingga akhirnya menjadi teknisi parabola.

Apa hambatan kala itu?
Tidak ada. Kuncinya adalah kemauan dan kepercayaan. Kemauan adalah bagaimana kita dengan sabar dan tekun belajar dengan cita-cita suatu saat kita harus bisa menjadi seperti dia. Sementara itu kepercayaan adalah, setiap orang harus menjaga kepercayaan yang diberikan seseorang kepadanya. Sebab sulit bagi seseorang itu percaya, makanya jagalah kepercayaan itu. Langkah-langah inilah yang saya lakukan, meskipun saya mengamati pekerjaan teknisi, tetapi pekerjaan jaga toko tetap saya jalankan, sehingga abang pun senang. Kalau diingat-ingat, banyak lika- liku selama bekerja di toko parabola tersebut, tetapi semuanya saya jalani dengan ikhlas dan sabar.

Setelah jadi teknisi, langkah Anda selanjutnya apa pada waktu itu?
Diam-diam saya coba buka toko sendiri dan menerima perbaikan parabola. Hasilnya lumayan bagus banyak pelanggan yang memperbaiki parabola ke toko saya. Disamping itu, saya juga dipercaya menjadi agen televisi berlangganan semisal (Pay TV) Indo Vision dan Astro. Saya juga ditunjuk sebagai agen Pensonic, produk elektronik dari Malaysia. Usaha itu ternyata berkembang pesat dan hasilnya saya mendapat banyak langganan khususnya di wilayah Medan. Jaringan bisnis saya pun bekembang hingga ke Jakarta, maklum Jakarta adalah pusat segala bisnis. Seiring berjalan waktu saya juga buka kantor di Jakarta dan beberapa kantor cabang di wilayah tanah air. Bisnis saya juga menembus pasar wilayah Indonesia bagian timur.

Terus kenapa terpikir buka pabrik sendiri, apa latarbelakangnya?
Betul. Karena jaringan bisnis mulai luas dan permintaan semakin banyak saya mulai terpikir untuk membuka pabrikan sendiri. Selama ini parabola yang saja jual dipesan dari orang lain, dan saya hanya sebagai agen. Tepat 10 tahun lalu, kala itu usia 30 tahun, tetapi sudah berkeluarga, saya coba-coba sewa lahan ukuran 300 meter di Jalan Ladang Titi Kuning. Usaha itu terus berkembang, hingga akhirnya sedikit demi sedikit lahan bertambah dan menjadi milik sendiri. Di pabrik itulah anggota bekerja merakit parabola dan perangkatnya serta membuat kereta sorong Kiu Kiu . Kemudian barang-barang yang sudah dibuat dipasarkan ke seluruh wilayah. Saya juga buka kantor pemasaran di Jalan Sutomo Medan.

Apa yang Anda rasakan saat ini?
Ya, tentu senang. Betapa tidak usaha saya sukses. Tapi saya tidak lantas bangga dulu tetapi harus mengembangkan usaha ini. Usia saya masih relatif muda, sehingga masih banyak ide-ide kreatif yang akan saya kerjakan. Kuncinya tidak pernah puas sampai di situ saja, tetapi kerjakan apa yang bisa dikerjakan.

Apa pesan Anda kepada calon pengusaha dan pengusaha, sapa tahu bisa dijadikan pelajaran guna meraih sukses seperti Anda?

Bagaimana ya, kalau untuk calon pengusaha teruslah mencari peluang-peluang baru. Jangan menyerah dengan keadaan serta yang paling penting jangan mau menjadi orang terbelakang. Dengan demikian, maka kita akan senantiasa berupaya untuk menjadi orang sukses. Percayalah ketika ada kemauan pasti ada jalan menuju kesuksesan itu. Sementara itu bagi seorang pengusaha haruslah menjalankan usahanya dengan sehat. Bersainglah dengan baik antar sesama pengusaha. Dengan demikian maka perekonomian akan semakin meningkat.(*)

—-

Seminggu di Medan, Tiga Minggu di Luar Kota

Aktivitas Aseng tergolong padat. Buktinya dalam sebulan hanya seminggu Aseng di Medan, selebihnya berada di luar kota semisal Jakarta dan beberapa daerah lain di Indonesia bagian timur untuk menjalankan bisnisnya. Hal ini tentunya berdampak kepada frekuensi Aseng bertemu dengan istri dan ketiga anaknya.

“Memang kalau tatap muka jelas terganggu, tapi kalau hubungan telepon hampir tiap hari, apalagi istri. Sebab istri saya dalam perusahaan ini adalah Vice Director, jadi selalu berhubungan terutama terkait bisnis,” ungkap Aseng.

Sama halnya komunikasi dengan ketiga anaknya. Aseng selalu memanfaatkan telepon, terutama saat menanyakan kondisi kesehatan ketiga anaknya. “Kalau telepon-teleponan dengan anak, kami sering la,” katanya. Paling, lanjut Aseng  saat berada di Medan, dia fokus menghabiskan waktu bersama keluarga.

Hal ini sudah menjadi kebiasaan hidupnya. Begitu pulang dari kantor, malamnya dia tidak pernah keluar rumah jika tidak ada keperluan yang penting. “Memang dari lajang pun saya tidak suka keluar malam, mabuk, judi, dan bahkan rokok selalu saya hindari,” tuturnya.

Waktu yang singkat itulah dimanfaatkan Aseng untuk bercengkrama dengan keluarga. Sejauh ini, kata Aseng istri dan ketiga anaknya mendukung pekerjaanya. Jadi kalau pun Aseng  dalam sebulan hanya seminggu berada di Medan, keluarganya tetap paham dan maklum. “Kuncinya komunikasi dan saling pengertian,” ujarnya. Saat libur, Aseng juga menyempatkan waktu untuk membawa keluarganya rekreasi ke Berastagi.

Aseng menuturkan, kepergiannya ke luar Kota Medan murni kepentingan bisnis. Karena dia ingin produk kereta sorong dan parabola yang diproduksinya laku di pasar Indonesia. “Market kita juga banyak di Indonesia bagian timur, makanya mau tidak mau kita harus berangkat ke sana dan konsekuwensinya harus meninggalkan keluarga,” ungkapnya.

Lantas bagaimana dengan hobi? Aseng menjawab di tengah kesibukannya, dia jarang menyalurkan hobinya. Semisal kalau dulu, dia suka olahraga badminton, tetapi sekarang tidak pernah main lagi. Padahal, Aseng mengaku suka dengan olahraga badminton, karena selain hobi bisa juga menyehatkan badan.

Saat ini yang bisa dilakukannya setiap pagi, usai bangun tidur adalah olahraga naik sepeda dan treadmill. Itu dilakukannya paling tidak setengah jam setiap pagi. “Yah, memang olahraga harus, biar tubuh sehat dan segar,” ungkapnya. Selain itu, aktivitas Aseng di bidang kemasyarakatan juga cukup padat, bahkan  berbagai organisasi sosial dia ikut, semisal Lion Club, dan beberapa organisasi kemasyarakatan lainnya. Ini dilakukannya untuk menambah pertemananan antar sesama. (dra)

Nama:
Susanto Lim Alias Aseng

Tempat/Tanggal Lahir:
Medan 22 Mei 1970

Pekerjaan:
President Director PT Bintang Persada Satelit

Nama Istri:
Rita Ripin

Anak 3 Orang:
1. Ericcson Lim
2. Nelson Lim
3. Denis Lim

[ketgambar]DENGAN KERETA SORONG: Aseng foto disamping kereta sorong hasil produksinya. //rahmadona/sumut pos[/ketgambar]


YM

 
PLN Bottom Bar