Kepada pembaca, relasi dan pemasang iklan, Sumut Pos tidak terbit pada edisi 1-2 Januari 2011, sehubungan libur Tahun Baru 2011.
Kami akan hadir kembali pada Senin, 3 Januari 2011. Terimakasih Penerbit

Pasrah karena Uang Sudah Habis

10:20, 30/09/2010
Pasrah karena Uang Sudah Habis
LUMPUH LAYU: Tiga kakak beradik menderita lumpuh layu bersama orangtuanya di rumahnya.//ANDRI GINTING/SUMUT POS

Tiga Kakak Beradik 15 Tahun Menderita Lumpuh Layu

Pasangan suami istri Muchlis Hamzah dan Darliana Hasibuan benar-benar sedang diuji oleh Sang Pencipta. Pasalnya, tiga dari tujuh anak mereka sudah 15 tahun menderita penyakit lumpuh layu dan tak diobati akibat ketiadaan dana.

Kesuma R, Medan

Saat berkunjung ke kediaman Muchlis di Jalan Karya Jaya, Lingkungan VI, Kecamatan Johor, Selasa (29/9), ketiga anak mereka yang masing-masing Achmad Abrar (26), Muhammad Ikbal (22) dan Rapsan Jani (18), hanya bisa terduduk lemah di rumah yang sebahagian dindingnya beralaskan tepas. Untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, mandi dan buang air besar, mereka masih mengharapkan bantuan tenaga sang ibu, Darliana.

Darliana mengungkapkan, awal kali penyakit yang menimpa ketiga anaknya tersebut berawal dari penyakit demam dan step. Ironisnya step tersebut dialami ketiga anaknya sejak kecil dan berujung saat mereka menapaki sekolah dasar (SD).

“Datangnya tiba-tiba, kalau sudah demam panasnya tinggi sekali. Dan setelah diobati, jenis penyakitn
yang disampaikan dokter yang menangani anakku begitu beragam, ada yang bilang folio, kurang gizi bahkan kanker tulang,” terangnya.

Bahkan dari ketiganya, hanya Abrar yang mampu menamatkan sekolah dasar sementara kedua adiknya hanya sampai kelas tiga dan empat saja.

“Kalau Iqbal kelas empat sudah tidak sekolah lagi karena penyakit lumpuh layu yang dialaminya, sementara  Jani hanya sampai kelas tiga saja,”ungkapnya.

Darliana tidak pernah menyangka jika ketiga anaknya bisa mengalami penyakit tersebut, karena menurutnya saat lahir ketiganya dalam keadaan normal, bahkan dirinya mengaku rutin membawa anak-anaknya untuk imunisasi.
Dengan penyakit yang dilami ketiga anaknya, Darliana terus berusaha membawa ketiga anaknya berobat ke rumah sakit, namun tak kunjung sembuh. Jangankan kesembuhan yang didapat, malahan setelah dibawa berobat ke rumah sakit kondisi ketiga buah hatinya justru semakin melemah.

“Setelah dibawa berobat ke berbagai rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Pirngadi Medan, kondisi ketiga anakku terus menurun. Selain berat badannya menurun, ketiga anakku juga mengalami kelumpuhan,” sebutnya.
Kepedihan tak sampai di situ saja, ketika Darliana membawa anaknya untuk berobat ke RSU dr Pirngadi dirinya mengaku sempat tak dilayani pihak medis rumah sakit tersebut. Untungnya mereka memiliki seorang saudara di rumah sakit tersebut yang langsung peduli dan memberikan perhatiannya terhadap keluarga mereka.
Bahkan, katanya, penyakit yang dialami ketiga anaknya secara bersamaan itu sempat menarik perhatian dokter dari Belanda.

“Mereka penasaran kenapa bisa sekali tiga terserang penyakit yang sama, sehingga sempat memeriksa hasil tinja ketiga anakku. Sayangnya, hingga kini, hasil sampel itu tidak tahu bagaimana hasilnya. Sebab dokternya tidak menjumpai kami lagi,” ucapnya.

Kini mereka hanya bisa pasrah dengan penyakit yang diderita ketiga anaknya, mengingat sudah begitu besar upaya yang dilakukan tak berbuah hasil sementara keuangan mereka tak memadai lagi untuk berobat.
Darliana sebelumnya mengakui sempat mendapatkan jatah beras miskin (Raskin), namun bantuan tersebut dihentikan sejak dua tahun belakangan dengan alasan keluarga mereka memiliki barang-barang berharga seperti televisi.  Padahal, barang tersebut menurut Darliana dibeli dari uang sumbangan orang yang prihatin dengan keadaan keluarga mereka.

Kini, keluarga mereka hanya mendapatkan jatah sebesar Rp300.000 per bulan dari Dana Jaminan Sosial Penyandang Cacat Kementerian Sosial.

“Dari bantuan itu hanya anak saya yang sulung yang dapat, jadi bantuannya dibayar tiap bulan Juli saja,” sebut Darliana.

15 tahun menjalani kehidupan tersebut tak membuat Darliana berputus asa, kini bersama suaminya yang berprofesi sebagai tukang tambal ban, mereka terus berusaha menghidupi semua anaknya dengan penghasilan Rp30.000 hingga Rp40.000 per harinya ditambah bantuan anak bungsunya yang ikut bekerja meringankan beban orangtua.
Belakangan, untuk membantu mencari nafkah dan membeli barang-barang yang diinginkan, kini Muchlis juga dibantu anak-anaknya yang mengalami cacat tersebut. Muchlis menerangkan dirinya membagi tugas sesuai kemampuan mereka, dimana Abrar bertanggung jawab menyediakan ban, sedangkan Ikbal bagian mengisi angin. (*)


YM

Kata kunci pencarian berita ini:

 
PLN Bottom Bar