Partai Koalisi Jangan Melubangi Kapal Sendiri
10:44, 29/12/2010SBY Keluhkan Monuver-monuver Anggota Setgab “Nakal”
Belum genap setahun dibentuk, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku kecewa dengan pimpinan partai politik yang tergabung di Sekretariat Gabungan (Setgab). Rasa kecewa itu diungkapkan staf khusus Presiden, Daniel Sparingga usai acara refleksi akhir tahun di kantor Charta Politika, di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Keberadaan Setgab yang dipimpin oleh Presiden SBY sendiri memang terus menjadi sorotan masyarakat. Bahkan, beberapa waktu lalu Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin sampai angkat bicara kalau Setgab sebaiknya dibubarkan saja.
Pengamat politik Yudi Latief bahkan menilai keberadaan Sekretariat Gabungan partai pendukung pemerintah saat ini tidak ubahnya seperti kartel politik, yang dijadikan sebagai media untuk mengkapling-kapling kekuasaan. “Keberadaan Setgab tidak sesuai dengan nilai demokrasi, karena hanya sebagai kartel politik untuk bagi-bagi kekuasaan,” jelas Yudi Latief dalam acara refleksi akhir tahun yang digelar MPR, di gedung DPR/MPR, Selasa (28/12).
Dari namanya saja, ujarnya, sudah menunjukkan adanya semangat kekeluargaan yang begitu kental dan dalam praktiknya lembaga bentukan parpol pendukung pemerintah ini bermasalah. Terutama, Yudi menyoroti, dalam menyikapi kebijakan pemerintah mereka satu suara, namun dalam menyikapi persoalan kebangsaan mereka malah terpecah-belah.
Sedangkan mengenai sosialisasi empat pilar yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, Yudi menyarankan, agar MPR mensosialisasikannya ke partai politik sebagai fungsi pendidikan. Sebab, selama ini, menurut dia, begitu anggota parpol menjadi anggota DPR, mereka merasa pintar dan merasa terhormat.
Sementara apa yang mereka lakukan sebagai anggota DPR, jauh dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. “MPR harus mendorong itu,” ujarnya.
Sementara itu peniliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network, Muchajir Aslamy, satu fakta, Golkar mendominasi Setgab dengan terus merapat ke Demokrat. ‘’Padahal kita tahu, Golkar masuk koalisi setelah kalah dalam Pilpres 2009. Ketika Setgab mulai tidak kondusif dan Demokrat mulai dijauhi partai menengah, nanti Golkar bisa meninggalkan Demokrat ketika Pemilu 2014 kian mendekat dan membangun koalisi baru,” kata Muchajir.
Untuk itu, kata Muchajir, Partai Demokrat harus membahas segala keputusan secara bersama dengan sesama partai koalisi, sehingga tidak ada partai yang merasa tersingkirkan.
Sistem Presidensil Tak Berjalan
Indonesia mulai meninggalkan nilai-nilai Pancasila, mulai keluar dari semangat amanat konstitusi dan tidak lagi pluralisme sesuai dengan semboyannya. Diakui atau tidak karakter kepemimpinan nasional memberikan andil besar terhadap rapuhnya pilar-pilar kebangsaan.
Hal tersebut dikatakan pengamat politik dan militer Salim Said dalam acara refleksi akhir tahun 2010 di Megawati Institute, Jalan Proklamasi Jakarta Pusat, Selasa, (28/12).
Menurutnya, sistem presidensial yang diamanatkan dalam konstitusi negara saat ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. “Dalam praktiknya, sistem presidensial dapat terjebak pada praktik demokrasi delegatif yang ditandai oleh pemusatan kekuasaan Presiden yang berjalan tanpa kontrol yang kuat, maupun hubungan ketegangan antara lembaga eksekutif dan legislatif yang terus terjadi akibat kepemimpinan Presiden yang labil dalam mengkonsolidasikan dukungan,” ujar Salim.
Salim juga mengatakan, Pemerintah hari ini sedang tersandera oleh mekanisme koalisi multipartai yang terbangun pada Pemilu 2009 lalu, yang pada akhirnya menyebabkan rakyat menjadi korban sebuah deal politik, yang hanya bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan dan memberikan manfaat pada sang Presiden, kelompoknya atau kroninya.
Ia menjelaskan, melanggengkan kekuasaan dalam pengertian bertahan secara efektif hingga masa jabatannya berakhir, tentu tidak ada salahnya. Namun, tambah Salim, jika menyalahgunakan kekuasaannya untuk terpilih kembali pada Pilpres berikutnya, itu adalah salah dan juga salah kalau sang Presiden menggunakan atau menyalahgunakan kekuasaanya bagi kepentingan kelompok atau kroninya.
Wajar SBY Kecewa
Partai Amanat Nasional menilai keluhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas kenakalan partai politik anggota Sekretariat Gabungan Partai Koalisi sangat wajar.
Makanya Sekjen PAN Taufik Kurniawan meminta, agar Parpol yang tergabung dalam Setgab untuk cooling down. “PAN selalu mengedepankan etika politik. Terhadap persoalan itu, PAN mengajak teman-teman di Setgab untuk cooling down dan kembali kesepakatan awal,” kata Taufik Kurniawan kepada wartawan di Jakarta,Selasa (28/12).
Menurut dia, sebuah koalisi termasuk kesepakatan membentuk Setgab, harus ada persamaan sikap. Taufik menganggap wajar kalau SBY, selaku Presiden mengeluhkan manuver-manuver Setgab yang mulai “nakal”.
“Koalisi harus ada persamaan sikap. Di luar hal fundamental itu, sebetulnya sudah sangat jelas dan gamblang bahwa Pak SBY memberikan performance konstruktif pengkrititisan,” ujar dia.
Oleh karena itu, dia meminta agar anggota Setgab untuk tidak saling melubangi kapal sendiri dan tidak mengumbar masalah di luar. Sedangkan mengenai PAN sendiri, apakah masih mendukung koalisi, Taufik menegaskan partainya tetap akan mendukung koalisi sampai tahun 2014. (wah/zul/jpnn)
—
Ketua MPR: Setgab SBY Menyalahi Demokrasi
Desakan agar Sekretariat Gabungan partai pendukung pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dibubarkan semakin kencang. Dari gedung DPR, Ketua MPR Taufik Kiemas malah menilai keberadaan Setgab menyalahi demokrasi.
“Prinsipnya, sejak awal PDIP, saya tidak setuju ada Setgab karena menyalahi demokrasi dan tidak mau bergabung di dalamnya,” kata Taufik yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan pada acara diskusi bertema “Satu Tahun MPR: Merajut Kembali Kebhinnekaan Indonesia” di gedung DPR, Selasa (18/12).
Menurut dia, dalam membangun dan memajukan bangsa dan negara semua elemen bangsa harus bersatu. Tapi di Setgab SBY, Taufik menegaskan, justru di sana seolah-olah ada lawan dan kawan.
“Saya juga berteman dan bekerja dengan semua yang termasuk Setgab, Pak Lukman, Bu Melani (kedua wakil ketua MPR) dan yang lain. Saya bisa berdebat dengan Pak SBY, tapi kita tetap saudara. Kalau tidak sesuai dengan kemaslahatan rakyat, ya kita akan berdebat. Jadi soal Setgab. Kalau mengerti demokrasi Pancasila, sebaiknya tidak usah,” tegasnya. (zul/jpnn)