Grafiti, Keindahan yang Lebih Terarah

10:03, 26/09/2010
Grafiti, Keindahan yang Lebih Terarah
KREATIF: Para peserta terlihat kreatif melukis di wadah yang disediakan kampus LP3I, Jalan Adam Malik Medan dalam kegiatan lomba lukis Grafiti, Jumat (25/9).//Ramadhona/Sumut Pos
Grafiti, Keindahan yang Lebih Terarah
RAMAI: Lomba seni grafiti di kampus LP3I Medan, ramai diikuti para peserta yang kebanyakan dari kalangan mahasiswa di Kota Medan.//Ramadhona/Sumut Pos
Grafiti, Keindahan yang Lebih Terarah
MELUKIS: Para peserta graffiti sedang asyik melukis seni grafitinya di kampus LP3I.//Ramadhona/Sumut Pos

Seni melukis dengan menggunakan cat semprot atau yang dikenal Grafiti bukanlah istilah baru. Hanya saja, seni kreativitas ini terlanjur dinilai negatif karena sering mencorat-coret tembok rumah secara diam-diam sehingga pelakunya identik terkesan ‘liar’.

Namun, ini bukanlah tanpa sebab. Minimnya dukungan dari pemerintah dalam penyediaan sarana menjadi pembenaran bagi para bomber (pelaku grafiti, Red) yang menyalurkan hobi di bidang grafiti ini di mana saja.
Tembok dan dinding-ding kota pun menjadi pilihan tunggal. Aksi mereka pun sering berhadapan dengan aparat kota (Satpol Pamong Praja) bahkan tidak jarang juga berhadapan dengan aparat kepolisian karena dipandang sebagai aksi yang merusak.

Keberadaan bomber yang telah menjadi subkultur anak muda dipandang sebagai pemberontakan atas struktur urban semakin diterima. Meskipun di sisi lain pandangan yang sinis terhadap mereka tetap saja ada.

Di era 1980-an, grafiti yang bertebaran di tembok-tembok kota sering menuliskan kelompok geng atau nama almamater sekolah. Hal-hal tersebut sering menjadi pemicu kekerasan antar kelompok. Tapi, seiring perkembangan zaman, rupanya graffiti tidak sekadar menuliskan nama kelompok namun juga dikemas dengan cara yang lebih artistik dan tidak sekadar tagging belaka.

Hingga kemudian seiring perkembangan gaya hidup yang ditopang oleh media massa maupun majalah dan buku-buku luar negeri yang membahas graffiti maupun dari internet, menjadikan graffiti tidak lagi dapat dipandang sebagai bentuk politik keberbedaan, namun menjadi tuntutan tren saja.

Graffiti hadir sebagai eksistensi mereka terhadap tanda zaman yang diwakili oleh tren gaya hidup dan hal ini lebih kuat tercermin daripada menunjukkan identitas mereka yang sarat ideologi keberbedaan.

Seperti yang tampak pada kompetisi grafiti yang digelar salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Medan, Jumat (24/9). Ada 11 bomber dari berbagai latar belakang yang menjadi peserta begitu antusias menumpahkan ide kreatifitasnya sesuai tema kegiatan pada wadah yang terbuat dari triplek berukuran 1×2 meter.

Layaknya menemukan oase di padang gurun, cat semprot dan kuas yang ada seolah berlomba memberi warna pada wadah yang tadinya polos. “Sangat positif ya soalnya kendala bagi kita dalam menyalurkan hobi graffiti ini susah dapat izin tempat. Ya paling coret-coret di dinding lah dan terakhir dikejar-kejar petugas,” ucap salah seorang peserta, Ilham (21).

Ilham sendiri memilih gaya semi wild style untuk mewakili tema yang ditetapkan oleh panitia. Gaya yang lebih menonjolkan keberanian dalam pemilihan huruf ini pun berhasil tampil lebih menarik dari peserta lainnya. Sekalipun untuk itu pria berkulit hitam manis ini harus belepotan cat di sana-sini.

Begitu juga dengan Warnes yang dibantu putrinya Fazra. Untuk tema yang ditentukan, salah satu personel Pandawa ini memilih gaya abstrak. “Kegiatan seperti ini yang perlu diperbanyak. Karena dia lebih terarah melalui tema yang ada. Karena memang grafiti ini juga salah satu karya seni yang patut untuk dihargai,” paparnya.

Seperti yang disampaikan Warnes, di Pulau Jawa, kegiatan grafiti ini begitu diterima dengan baik. Bahkan pemerintah daerah dan kota menfasilitasi para bomber untuk menyalurkan hobi dan aspirasinya. Grafiti juga kerap digunakan untuk memberi kesadaran kepada masyarakat mengenai imbauan pemerintah.

Kompetisi pun kerap digelar dengan hadiah yang cukup besar. Grafiti pun tidak lagi sekadar kegiatan seni tapi juga menjanjikan penghasilan. Kegiatan graffiti ini pun pada dasarnya merupakan pemandangan yang menarik.  Berbagai gaya yang diangkat seperti abstrak, simple piece, urban, 3D, semi wild style, dan buble yang diangkat berhasil menarik perhatian masyarakat dan pengguna jalan. Cuaca terik tak mengalahkan kenikmatan penonton menyaksikan bomber-bomber Kota Medan berkarya.

Seperti yang disampaikan Panitia, Fitra kompetisi grafiti merupakan rangkaian dari tiga kegiatan lainnya yaitu fotografi dan design foto. Adapun fotografi diikuti oleh 18 peserta sedangkan design foto diikuti delapan peserta.
Untuk kegiatan ini panitia menyiapkan total hadiah sebesar Rp3 juta. “Kegiatan ini kita gelar sebagai wadah kreativitas generasi muda. Khususnya graffiti yang memang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal Kota Medan memiliki potensi yang besar untuk kegiatan ini,” ucap Fitra.

Soo, guys… masih mau coret-coret tak berarah, atau ciptakan kreativitas yang positif. Yang buat kamu dan style grafitimu diterima dengan baik di tengah-tengah masyarakat. (jul)

Seni Graffiti Hand Job Crew Medan (HJCM)

Hand Job Crew Medan (HJCM) merupakan sebuah wadah yang bergerak dalam kreativitas seni grafiti, keempatnya mengusung perubahan terhadap dunia graffiti sekaligus membuktikan besarnya potensi di bidang graffiti yang dimiliki kota ketiga terbesar di Indonesia ini.

“Memang yang ada masih sebatas coretan-coretan tak bertujuan bahkan cenderung menggunakan bahasa-bahasa tidak senonoh mewakili kemarahan. Paling tidak banyaknya coretan dinding sebuah bukti bagaimana Kota Medan memiliki bomber (pelaku graffiti, Red) yang besar. Tinggal memberi mereka pengertian dan mengarahkan potensi tadi,” buka Shinko.

Bagi Shinko, grafiti sebuah seni menggambar dengan menggunakan cat semprot (spray paint) sebagai kuas dan tembok sebagai media pengganti kanvasnya sudah mengalami pergeseran. Dari hanya sekadar coretan-coretan dinding biasa menjadi sebuah seni gambar yang unik.

Kesepakatan pada pemahaman itu pun mempertemukan Shinko, Soul Fourteen, dan Note Two pada acara kontes grafiti yang dilaksanakan salah satu produsen sepeda motor di Medan Fair Plaza atau Carefour 2006 silam.
Untuk itu, semua kegiatan sebagai bomber pun mereka dokumentasikan dalam bentuk video maupun foto. Semua dilakukan untuk membuktikan ke seluruh penjuru tanah air bahwa Kota Medan juga punya talent grafiti yang tak kalah kreatif. Keempatnya pun selalu mengikuti kontes grafiti di berbagai daerah.

“Kita terakhir ini ikut Parahiyangan Graffiti Competition di Bandung 2007 sebagai wakil Kota Medan,” kenang Soul Fourteen yang mengenal grafiti mulai SMP ini. Untuk itu mereka pun berharap ke depan ada perhatian kepada kreativitas grafiti di Kota Medan. Salah satunya dalam pengadaan lokasi yang menjadi hambatan utama. (jul)


YM

 
PLN Bottom Bar