Bos Perempuan Banyak tak Disukai karena Moody
10:55, 07/11/2010Sudah bukan rahasia lagi bila perempuan yang jadi atasan biasanya kurang disukai. Perempuan cenderung tidak dapat membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi sehingga sering kali ketika berselisih paham di ruang rapat, perselisihan juga dibawa hingga keluar kantor. Begitu mungkin yang pernah Anda amati.
Sebuah penelitian baru tampaknya mempertegas anggapan ini. Responden dari penelitian, yang terdiri atas para karyawan, memandang perempuan bos lebih temperamental dan cenderung terlibat dalam politik kantor.
Perempuan cenderung moody (suasana hati yang gampang berubah-ubah) dan senang membicarakan bawahannya kepada rekan kerja yang lain. Pendeknya, mimpi buruk deh bila punya atasan perempuan!
Penelitian yang menjaring 3.000 pria dan wanita ini juga mendapati bahwa tiga perempat pria (75 persen) sepakat bahwa mereka lebih senang bekerja untuk atasan pria. Namun hal ini ternyata tidak cuma dirasakan karyawan pria.
Dua pertiga dari perempuan yang disurvei (63 persen) mengatakan, lebih memilih bos pria karena mereka biasa to the point, berbicara langsung pada intinya, sehingga lebih mudah dihadapi. Bos pria juga tidak punya maksud-maksud tersembunyi dari apa yang dikatakannya, tidak mengalami mood swing, atau terlibat dalam politik kantor. Mereka juga lebih logis, demikian menurut 14 persen responden.
Seperempat responden perempuan menuduh bos perempuan sering menusuk dari belakang, dan membawa masalah pribadi ke kantor. Sepertiga dari mereka yang disurvei juga mengatakan bahwa perempuan yang memiliki kekuasaan sering merasa terancam oleh bawahannya.
“Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perempuan lebih mampu mengembangkan peran manajemen, ada pula yang tidak memiliki kemampuan ‘kunci’ yang diperlukan untuk menjadi atasan yang baik,” ujar David Brown, dari firma perekrutan tenaga kerja, www.UKJobs.net, yang menggelar survei ini.
Tentu, tidak ada yang meragukan kecerdasan perempuan untuk menempati posisi senior, namun perempuan umumnya sulit didekati dan sangat kompetitif. Hal ini mungkin disebabkan karena perempuan sering kali berlidah tajam, dan sering moody akibat tamu bulanannya.
Penilaian buruk lain mengenai bos perempuan adalah terlalu klik-klikan, terlalu bersaing, dan sering mengkhawatirkan penampilannya.
Meskipun demikian, penelitian ini toh juga menghasilkan responden yang “pro” dengan atasan wanita. Mereka yang memilih atasan perempuan mengatakan bahwa perempuan justru lebih mudah didekati, ramah, dan lebih mampu memahami ketika ada anak buah yang minta izin untuk merawat anak yang sakit.
Studi ini juga menunjukkan bahwa rata-rata karyawan memiliki dua bos perempuan dan tiga bos pria. Sepertiga responden pernah mengundurkan diri dari perusahaan karena tidak menyukai atasannya dan mayoritas dari responden perempuan mengaku keluar dari pekerjaan karena tidak cocok dengan bos perempuan.
Nah, kalau kualitas yang dimiliki atasan pria seperti, to the point, cenderung tidak terlibat dalam politik kantor, mudah menalar, tidak bersikap bitchy terhadap rekan kerja yang lain, tidak sering mengalami mood swing, bisa meninggalkan masalah pribadinya, cenderung bisa berbagi minat yang sama, tidak merasa terancam ketika yang lain lebih menonjol dalam bekerja dan lebih logis. (net/jpnn)