Skill Dulu Baru Cari Uang

10:11, 20/06/2010
Skill Dulu Baru Cari Uang

Drg Aminudhin, Pemilik Klinik Dental Cosmetic & Art

Siapa sangka di balik kesuksesan Drg Aminudhin saat ini, awal mulanya berasal dari keluarga kurang mampu. Sejak usia 15 tahun, pria berdarah Tionghoa-Jawa ini sudah ditinggal Ayahnya untuk selama-lamanya. Anak bungsu kelahiran Medan, 23 April 1963 ini tinggal bersama Ibu dan tiga orang saudaranya dengan ekonomi pas-pasan.

Kondisi ini memaksanya untuk banting tulang mulai dari membantu Ibunya mengantarkan nasi cateringan, bekerja sebagai tukang doorsmeer hingga bisnis jual beli oli kotor. Tapi itu dulu, saat ini Aminudhin dikenal sebagai sosok dokter gigi yang sukses. Pasien dokter gigi jebolon USU 1987 ini, tidak pernah henti seperti air mengalir, dan bahkan orang yang datang ke Klinik Dental Cosmetic & Art Jalan S Parman No 22 F Medan miliknya itu berasal dari kalangan berkelas mulai dari pejabat pemerintahan, pejabat TNI – POLRI, anggota Legislatif, pengusaha hingga masyarakat ekonomi lemahpun dilayaninya dengan baik.

Menurut Aminudhin, kesuksesan tidak datang dengan sendirinya, dan sukses itu bukan juga karena nasib ataupun keberuntungan. Sukses itu hanya ada kalau ilmu dan skill bertemu dengan kesempatan. Jadi kalau mau sukses, ilmu dan skill harus dipersiapkan dengan baik sehingga tinggal menunggu kapan kesempatan itu diberikan oleh Tuhan kepadanya. Buktinya sejak Aminudhin buka praktik 23 Oktober 1987 hingga sekarang terus mengalami kemajuan. Bahkan kini kedua anaknya menekuni profesi yang sama. Anak pertamanya Fridolin Widia (25) telah selesai menamatkan pendidikan di Kedokteran Gigi USU dan sedang mengikuti pendidikan S-2 dalam mengambil gelar dokter spesialis serta anak bungsunya Andy William (21) sedang menimba ilmu di Fakultas Kedokteran USU. Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Adi Candra Sirait, dengan Drg Aminudhin di Klinik Dental Cosmetic & Art, Kamis, 17 Juni 2010.

Wah, nampaknya Anda sibuk praktik?
Betul, setiap pagi mulai pukul 09.00 hingga 12.00 WIB saya sudah buka praktik kemudian dilanjutkan pukul 16.00 hingga 21.00 WIB. Rumah yang saya tempati ini sekaligus sebagai tempat praktik dokter gigi, sehingga tidak repot-repot harus kesana kemari. Saya juga minta maaf karena Anda sudah lama menunggu, sebab menurut jadwal pukul 12.00 saya sudah selesai praktik, tetapi nyatanya pukul 13.00 baru selesai. Sejak saya praktik yang dimulai dari Jalan Orion hingga sekarang di Jalan S Parman ini, yang namanya pasien tidak pernah kosong, minimal satu atau dua orang. Rata-rata semuanya langganan dan promosinya pun dari mulut ke mulut.

Bagaimana Anda memandang profesi ini?
Tentu bagus, kalau tidak mana mau saya jadi dokter gigi. Dulu sebelum saya masuk Fakultas Kedokteran Gigi USU saya melihat prospek kerjanya dulu. Selain abang saya memang dokter gigi, saya juga berpikir kala itu dokter gigi masih minim dibandingkan dengan dokter umum. Bayangkan saja dari 90 mahasiswa seangkatan saya hanya lima orang yang lulus tepat waktu, salah satunya saya. Meskipun belakangan 85 mahasiswa lainnya tetap lulus juga. Jadi di zaman itu untuk menjadi dokter sangat sulit, dan saya pun diterima di USU lewat jalur Perintis I (sekarang UMB-SPMB), begitu testing langsung diterima.

Dengan kondisi inilah saya memahami menjadi dokter adalah pekerjaan mulia dan harus betul-betul ditekuni dengan skill yang cukup. Tapi yang paling utama selain skill adalah ketelitian, jadi tak heran setiap satu pasien rata-rata saya butuh waktu minimal setengah jam untuk memeriksanya.

Jadi dokter gigi cita-cita Anda?
Entahlah saya juga tidak tahu. Tapi yang pasti sejak ditinggal Ayah dan kala itu duduk di bangku SMP Methodist Medan yang ada di benak saya adalah duit, duit dan duit. Konsep The Power Of Money sangat melekat pada diri saya. Saya berprinsip orang tidak akan hidup layak dan mensukseskan keluarganya tanpa duit, demikian juga seseorang yang ingin berbuat baik kepada sesama, tanpa duit omong kosong. Orang yang mau beramal juga harus punya duit, orang yang sudah kenyang baru bisa memberi makan orang lain dan orang bisa berbuat jahat juga sering akibat himpitan masalah keuangan, memang ada juga orang yang berbuat jahat karena kelebihan uang. Oleh sebab itu menurut saya uang itu penting tetapi lebih penting lagi cara pengelolaannya.

Pekerjaan awal saya adalah membantu Ibu yang buka usaha catering, untuk mengantarkan nasi cateringanya ke rumah-rumah warga di sekitar tempat tinggal kami. Saya bersama Abang kerjasama, tetapi dia bertugas mengantarkan cateringan ke tempat-tempat jauh dengan menggunakan sepeda dayung. Tapi abang saya kala itu sedang kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi USU, sedangkan saya masih SMP. Belakangan saya cari pekerjaan lain sebagai tukang cuci sepeda motor (doorsmeer). Saya ingat kala itu gaji saya Rp50 per hari ditambah dengan pekerjaan menjualkan minyak bensin kepada pengendara sepeda motor. Tapi saya tidak pernah puas dengan hasil yang saya dapatkan sehingga ketika menempuh pendidikan di SMA saya mulai bisnis kecil-kecilan di bidang jual beli oli bekas.

Adakah pengalaman menarik saat Anda bekerja?
Ada, saat saya menjalankan bisnis jual beli oli bekas, saya mendapatkan bahannya dari berbagai daerah dan bahkan sampai ke Padang (Sumatera Barat). Pengalaman menarik, saat membeli oli bekas di sebuah pabrik pengolahan  karet di Tebing Tinggi. Saya lupa dimana persisnya, tapi waktu itu tepatnya di sebuah bangunan tinggi tempat pengeringan karet. Pada saat saya membeli oli bekas dari pabrik tersebut, kami baru saja mengeluarkan oli bekas tersebut, dan pada saat kami bertransaksi di kantor, tiba-tiba bangunan pengering karet yang terbuat dari kayu itu ambruk dan menimpa karyawan yang ada di bawahnya. Saat itu saya baru beberapa menit keluar dari bangunan tersebut, untungnya saya terhindar dari musibah itu, kemudian tempat tersebut disegel polisi untuk pemeriksaan, maka kami semua tidak dapat keluar hingga akhirnya saya tiba di Medan hampir jam 03.00 WIB. Ini membuat ibu saya sempat cemas. Itulah pengalaman menarik yang tidak bisa saya lupakan hingga saat ini. Dari pengalaman itu, tidak lama kemudian abang saya memberikan nasihat agar saya melanjutkan pendidikan, bukan bekerja mencari duit.

Dia mengilustrasikan, bahwa orang yang menguasai ilmu dan skill jauh lebih mudah mendapatkan uang dan lebih baik daripada orang yang hanya mengandalkan tenaga dan waktu. Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi mengikuti jejak abang saya.

Apa yang Anda rasakan kala itu, apa tidak sayang meninggalkan bisnis yang sedang dirintis?
Tidak, karena tekad saya sudah bulat, cari ilmu dulu baru cari uang. Selama saya kuliah, saya aktif membantu abang saya buka praktik dokter gigi, yang pada saat itu profesi sebagai dokter gigi PNS. Saat bekerja dengan abang, saya sudah bisa buat gigi palsu sendiri. Tapi saya tidak pernah puas dengan apa yang saya dapatkan saat itu, hari-hari saya tetap belajar dan belajar. Bagi saya bisnis adalah masa lalu yang menjadikan pengalaman dan jembatan untuk menggapai peluang usaha yang lebih baik lagi. Ternyata terbukti, setelah jadi dokter uang datang dengan sendirinya. Kini di samping kesibukan mencari uang, saya juga aktif mengikuti kegiatan sosial di Yayasan Obor Berkat Indonesia sebagai penasihat medis dan saya selalu terjun dalam pelayanan sosial di bidang medis.

Apa kiat sukses Anda selama praktik?
Tidak ada. Tapi memang setiap saya praktik yang lebih saya perhatikan adalah ketelitian. Sebab dengan teliti maka kita akan mudah mengindentifikasi setiap penyakit yang diderita pasien. Ketelitian ini menjadi daya tarik tersendiri sehingga pasien itu merasa puas dan menjadi langganan berobat. Inilah yang saya lakukan. Disamping itu saya berprinsip kalau kita belum terkenal kita harus lebih banyak mengenal orang, oleh sebab itu di awal-awal masa praktik, saya hanya buka praktik sore saja sedangkan di waktu pagi saya lebih banyak bergaul ke luar. Di luar jam praktik saya juga membaca buku guna menambah skill dan diskusi dengan dokter gigi senior ketika ada masalah. Hasilnya, saya rasakan sendiri, saat ini banyak pasien yang dulunya pernah memangku jabatan strategis di Sumut dan ketika balik ke Jakarta dia masih ingat. Yang anehnya lagi, setiap ada masalah dengan gigi, mereka datang ke Medan hanya untuk berobat. Peristiwa yang masih terkesan bagi saya adalah ketika saya berhasil mengidentifikasi jasad Almarhum HT Rizal Nurdin saat kecelakaan pesawat udara di Jalan Jamin Ginting Medan 2005 silam. Kala itu saya diminta untuk mencari jasadnya karena saya adalah dokter yang merawat gigi mantan orang nomor satu di Sumut tersebut. (*)

Makan Malam Sama Anak

Tak terasa, kata Aminudhin kedua anaknya sudah tumbuh dewasa. Tapi keakraban antara anak dan Ayah tetap terjalin, dan bahkan Aminudhin dan istinya Mery Soengdjadi menganggap kedua anaknya seperti teman.
“Karena kesibukan, maka saya menerapkan ketentuan untuk makan bersama anak-anak dan keluarga setiap malam Minggu dan hari Minggu. Ini rutin kami lakukan,” ungkap Aminudhin. Dia menuturkan, keterbukaan kepada anak sangat perlu, mengingat mereka butuh perhatian dari kedua orangtuanya.

Di saat makan malam seperti itulah, sambung Aminudhin dia menceritakan konsep hidup sukses seseorang dengan selalu membandingkan apa yang membuat seseorang sukses dan apa yang membuat seseorang itu gagal kepada anaknya. Bagi dia kuantitas bukan ukuran untuk bertemu dengan anaknya, tetapi kwalitaslah yang menjadi penentu keberhasilan sebuah pertemuan terutama antara anak dengan kedua orangtuanya. Selain itu, saat libur panjang dia juga membawa keluarganya liburan ke luar negeri.

Dengan adanya pendekatan begitu, Aminudhin berharap agar kedua anaknya bisa memahami makna kehidupan dengan baik. Selain itu saat praktik dia juga selalu mengajak anaknya diskusi untuk memecahkan sebuah masalah.

“Pernah kami bertiga diskusi tentang masalah medis semuanya menyampaikan argumen masing-masing,” ungkapnya. Sementara itu, istri Aminudhin seorang sarjana sosial politik yang membantunya saat praktik. Tak hanya itu, Aminudhin juga selalu melibatkan kedua anaknya jika ada bakti sosial. Dia ingin menanamkan rasa sosial kepada anaknya. “Kedua anak saya itu selalu merayakan ulang-tahunnya di panti-panti asuhan ataupun panti jompo, perayaan yang berlebihan tidak pernah mereka lakukan kecuali pada saat hari ulang tahun mereka yang ke-17. Ini saya lakukan supaya mereka tahu bahwa diluar sana masih banyak orang yang memerlukan uluran kasih sayang,” ujarnya.

Dalam mendidik anak, Aminudhin punya prinsip sendiri termasuk dalam hal menentukan pendidikan. Dia mengaku sengaja mengkuliahkan anaknya ke USU, bukan keluar negeri. Dengan demikian Aminudhin akan dengan mudah mengontrol kedua anaknya. “Anak kita belum boleh dibilang sukses kalau kesuksesan itu belum diabdikan kepada keluarga, bangsa dan negara,” pungkasnya. (dra)

[ketgambar]Drg Aminudhin, Pemilik Klinik Dental Cosmetic & Art memperlihatkan contoh gigi palsu di ruang praktiknya. [/ketgambar]


YM

 
PLN Bottom Bar