Modernisasi yang Hasilkan Prestasi
10:22, 07/01/2011Dari Pagelaran Kebudayaan Nias di Cambridge City Square
Tanpa disadari, modernisasi secara perlahan namun pasti mempengaruhi ketertarikan generasi muda. Khususnya untuk mempelajari kesenian tradisional sebagai jati diri suku bangsa dan kekayaan bangsa ini.
INDRA JULI, Medan
Demikian disampaikann pelaku kesenian tradisional Nias, Dasa Manao SSn yang ditemui di tengah-tengah atraksi Lompat (hombo) Batu, salah satu kebudayaan dari Nias Selatan di Cambridge City Square Jalan S Parman Medan, Rabu (5/1). Meskipun hal itu dikatakan tidak kesalahan generasi muda semata.“Tetap harus ada perhatian pemerintah maupun lembaga atau tokoh-tokoh masyarakat yang bersangkutan dengan kebudayaan tersebut. Salah satunya dengan menggelar kegiatan-kegiatan seperti festival dari satu atau beberapa kesenian tradisional,” ucapnya.
Dengan adanya kegiatan tadi lanjut Dasa, akan mendukung proses regenerasi yang dilakukan. Hal itu pula akan sangat menarik minat generasi muda untuk mempelajari kesenian tradisional yang juga mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Apa yang sudah banyak dilupakan oleh generasi muda belakangan ini.
Namun Dasa tidak menampik dampak dari modernisasi juga mempengaruhi cara masyarakat untuk menikmati kesenian tradisional tadi. Untuk itu sangat diperlukan kreatifitas dari pelaku seni untuk mempertahankan eksistensi kesenian tradisional tadi di tengah-tengah masyarakat.
Ya lahir dari keluarga pelaku kesenian tradisional, Dasa Manao kecil pun harus menguasai berbagai kesenian di daerahnya yaitu Nias Selatan. Seperti Ho-ho nyanyian vokal tradisional di masyarakat Nias. Sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menurunkan ajaran-ajaran dalam menjalani hidup bagi masyarakat. Ada lagi Faluaya atau tarian perang dan Lompat (hombo) batu.
Penguasaan akan kesenian tradisional itu Dasa Manao dilirik oleh budayawan Rizaldi Siagian yang mengajaknya ke ibu kota Sumatera Utara Kota Medan. Rizaldi yang juga ketua jurusan di Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara (USU) membuka jalan bagi Dasa untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Tapi hal itu tidak membuatnya lupa dengan tanggungjawab sebagai masayrakat Nias dan putra dari tokoh kebudayaan Nias, T Manao. 1992 Dasa pun membentuk sanggar Fanayama di kampus untuk memperkenalkan budaya tradisional Nias kepada masyarakat Kota Medan. Tari Perang (Faluaya) dan Lompat (Hombo) Batu pun menjadi andalan mereka.
Mengingat kebutuhan akan sebuah entertainment yang baik, Dasa pun melakukan sedikit modifikasi pada tarian tadi. Dengan demikian tarian yang di daerah asalnya dibawakan oleh ratusan orang dapat dibawakan hanya dengan tujuh orang saja. Begitu pun, modifikasi yang dilakukan tidak merubah estetika dari tarian itu. Bahkan di setiap penampilannya mendapat aplaus yang besar dari pengunjung.Dengan sentuhan kreatifitas itu tadi, Dasa pun berhasil menghantarkan tari perang yang dirangkai dengan lompat batu ke berbagai belahan dunia. Jerman, Prancis, Belgian, Belanda, Swiss, Denmark adalah negara di belahan Eropa yang sudah dikenalkannya kepada Faluaya dan Hombo Batu ini.
“Itu harus karena harus kita akui modernisasi dan entertainment yang membutuhkan efesiensi dan kemeriahan. Perlu ada sentuhan-sentuhan kreatif, tanpa itu kesenian tradisional akan sulit bertahan dan tenggelam ditelan kebudayaan barat,” tambah pegawai Dinas Pendidikan dan Pariwisata Nias Selatan itu.Hal itu pun memastikan dirinya akan kelangsungan dari Tari Perang dan Lompat Batu tadi di masa yang akan datang. Seraya untuk itu regenerasi tetap dilakukannya melalui sanggar yang dibangun baik di Medan juga di Nias Selatan. Regenerasi yang kini dapat dinikmatinya dimana sang buah hati, Sorai Fena Manao (5) berhasil keluar sebagai Juara Lomba Vokal Solo Antar TK di Nias Selatan belum lama ini. (*)