SBY: Ternyata Ada Gurita di Sektor Pajak
10:53, 11/01/2011JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono prihatian dengan praktik korupsi dan penyimpangan terutama di sektor perpajakan. Hal ini bisa menambah jalur korupsi dan memposisikan Indonesia memiliki persepsi jelek di mata investor.
“Pecegahan korupsi dan kolusi di sektor pajak. Saya prihatin ternyata ada gurita di situ yang harus kita putus supaya tidak berkembang ke mana-mana, pastikan penyimpangan dan korupsi terus berkurang,” ucapnya saat memberikan arahan dalam penutupan Rapat Kerja Awal Tahun 2011 di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Senin (10/1).
Rapat yang dihadiri seluruh menteri Kabinet Jilid II Bersatu, Kepala BUMN, Gubernur, Ketua DPRD, Wali Kota/Bupati se Indonesia. Selain itu, pimpinan instansi non departemen dan para pelaku usaha.
Dia juga menyoroti penggelembungan atau mark up dan pungutan liar dalam proyek-proyek pemerintah yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Indonesia juga dipersepsi jelek oleh investor asing akibat indek persepsi yang tak juga membaik.
“Cegah pungli pada investor. Sekali pungli berita masuk ke lembaga dunia. Tiap tahun ada survei tentang corruption perception index. Kita naik tiap tahun tapi saya belum puas,” katanya. Presiden menjelaskan, dirinya tidak puas terhadap indeks persepsi korupsi Indonesia karena masih mengindikasikan adanya pungli. Untuk itulah perlunya dilakukan pemberantasan praktik mafia hukum dan peradilan.
“Lakukan reformasi di Ditjen Pajak. Reformasi di semua lembaga penegak hukum perlu dilanjutkan Kepolisian, Kejaksaan, pengadilan semua lakukan reformasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, SBY menilai politik uang sudah sangat meresahkan demokrasi Indonesia. Sehingga hal tersebut harus segera dihentikan. Bahkan, bila hal ini terus dibiarkan. Maka dampaknya bisa merusak demokrasi.
“Ini lonceng kematian bagi demokrasi. Kalau dibiarkan, akan mencederai dan merusak demokrasi yang bermartabat yang sama-sama ingin kita tegakkan. Menyedihkan,” kata Presiden.
Fenomena ini merupakan satu dari 10 kabar buruk yang akan menjadi tantangan Indonesi ke depan. Sepuluh kabar buruk tersebut yakni inflasi, angka subsidi yang besar kurangnya infrastruktur termasuk listrik, hambatan terhadap investasi di seluruh Tanah Air, terutama dari segi perizinan dan kepastian hukum.
Kemudian penyimpangan dan korupsi masih saja terjadi, praktik usaha pertambangan dan kehutanan masih merusak lingkungan, pelayanan rakyat belum berjalan baik, perlindungan dan bantuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan belum adanya kesiapsiagaan mengatasi bencana alam. (net/bbs/jpnn)