Ke Rumah Sakit Bu, Melati Ingin Ketemu Tulang…
11:08, 09/02/2011Pesan Terakhir Melati, Bocah Penderita Kelainan Hati
Melati atau yang akrab disapa Imel, bocah berusia 5 tahun penderita kelainan hati (atresia biller) menghembuskan nafas terakhir di RS Sari Mutiara, Minggu (6/2) sekira pukul 17.00 WIB. Buah hati pasangan Meirika (32) dan Yuli Afrizal (39) itu dimakamkan Senin (7/2) petang di Taman Pemakaman Umum yang tak jauh dari kediamannya.
Rumah Melati di Jalan Cilacap Barat No 100 Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan terlihat ramain
Sanak-saudara, kerabat dan tetangga datang untuk melayat. Setelah pihak keluarga siap memandikan dan mengkafani, jenazah Melati disalatkan di musala yang berada di dekat rumahnya.
Setelah selesai disalatkan, keluarga dan kerabat terdekat mengantarkan jenazah Melati ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Belawan Lama untuk dikebumikan. Jenazah dibawa dengan menggunakan mobil ambulans Formabem. Keluarga dan warga beriringan mengantarkan jenazah melati ke tempat pemakaman.
Sementara di rumah duka isak tangis para keluarga yang ditinggalkan terus mengalir. Ibu Melati, Meirika (32) yang menggunakan baju berwarna biru dan memakai jilbab berwarna biru mengatakan, Melati mengidap penyakit kelainan hati sejak lima tahun yang lalu. Meirika menceritakan awal mula anaknya terkena penyakit tersebut saat dua bulan dilahirkan.
Tanda-tanda pertama kali yang dialami Melati yakni panas tinggi, mata kuning, kukunya kuning, perutnya membesar dan air kencingnya berwarna kuning serta ketika buang air besar kotorannya berwarna putih.
Setelah mengetahui tanda-tanda tersebut, pihak keluarga langsung membawanya ke rumah sakit untuk berobat ternyata dokter dari rumah sakit tersebut mengatakan bahwa anaknya mengidap penyakit kelainan hati. Mendengar hal tersebut, sontak pihak keluarga terkejut. Upaya demi upaya terus dilakukan pihak keluarga agar Melati sembuh dari penyakitnya.
Melati yang lahir di Surabaya 21 Juli 2005 itu pertama kali dibawa ke rumah sakit yang berada di Surabaya, di rumah sakit di Surabaya Melati menjalani berobat jalan sekitar 2 tahun, namun tidak ada perubahan.
Kemudian, Melati pun dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pemerintah Karyadi di Semarang, karena di rumah sakit tersebut yang ada pencangkokkan hati, Melati pun dibawa ke rumah sakit tersebut untuk menjalani pengobatan.
Di Semarang, Koordinator Bilqis, melihat penyakit Melati mempunyai kesamaan dengan penyakit Bilqis. Koordinator tersebut mengadakan penggalangan dana untuk biaya perobatan Melati. Di RSUP Karyadi, Melati menjalani perobatan selama 1 tahun lebih.
Dalam penggalangan dana untuk biaya perobatan Melati di Semarang terkumpul dana sekitar Rp52 juta. Setelah menjalani perobatan di Semarang, Melati dibawa ke Medan untuk menjalani pengobatan. Di Medan juga dilakukan penggalangan dana namun hanya terkumpul Rp12 juta.
“Penggalangan dana tersebut belum juga bisa menutupi biaya operasi untuk Melati, sempat ST12 dan juga D’Masive ikut menggalang dana dengan menajamen di jalan untuk membantu kami,”ujar Meirika.
Menurut dokter di RSUP Karyadi, Melati sudah mengidap kelainan hati stadium akhir makanya harus dilakukan operasi, namun pihak keluarga terkendala biaya operasi.
“Biaya operasi untuk Melati sedikitnya menghabiskan Rp1 miliar lebih sedangkan Jamkesmas yang kami punya hanya bisa menutupi biaya operasi sekitar Rp80 juta ditambah lagi dana dari penggalangan dana tersebut belum bisa menutupi biaya operasi Melati,”tambahnya.
Di Medan, Melati menjalani perobatan di Rumah Sakit Sari Mutiara. Di rumah sakit tersebut, Melati menjalani perawatan dan berobat jalan selama 3 bulan. Upaya yang dilakukan pihak keluarga selain membawa ke rumah sakit, Melati juga menjalani pengobatan alternatif.
“Tidak hanya ke dokter saja namun pengobatan alternatif. Bahkan sampai mengganti nama Melati menjadi Septia Dwi Anarika,” bebernya.
Selain itu, ada rencana membawa Melati ke Jerman atas usulan saudaranya dengan mencarikan donator untuk biaya perobatan Melati. “Saya pun mengurus surat-surat administrasi untuk dikirimkan ke Jerman dan sudah mengurus paspor namun gagal,”ujarnya sambil menangis.
Meirika mengatakan, profesor dari Jerman yang ingin menangani Melati mengatakan bahwa penyakit Melati sudah sangat parah dan harus diganti dengan hati yang baru.
“Saat itu saya ditanya siap apa tidak untuk diambil hati ibunya dan dipasangkan ke Melati dan Meirika pun menjawab saya siap asalkan Melati bisa sembuh. Pada saat itu saya sudah menjalani pemeriksaan namun kendalanya apabila hati saya dioperasi mengeluarkan dana sebesar Rp4 miliar sedangkan donator dari Jerman tersebut hanya memberikan dana sebesar Rp2 milair, padahal rencana berangkat ke Jerman pada pertengahan bulan November 2010 lalu, namun semua gagal karena terbentur masalah dana,” ujarnya.
Tidak itu saja, Meirika juga sudah pernah mendatangi gedung DPRD Sumut untuk meminta bantuan tetapi tidak ada bantuan yang diberikan cuma bilang bersabar. “Paling yang memberikan bantuan adalah Parlindungan Purba, Dr Tuahman Purba dan juga GM Panggabean,”tambahnya.
Sebelum Melati meninggal, dia batuk-batuk dan langsung diberikan obat. Keadaannya pun stabil lagi. Namun, Minggu (6/2) tiba-tiba Melati meminta kepada ibunya untuk dibawa ke Rumah Sakit Sari Mutiara karena Melati merasa kesakitan dan kondisinya sangat lemah.
“Ke rumah sakit bu, Melati ingin bertemu dengan tulang (dr Tuahman Purba, Dirut Rumah Sakit Sari Mutiara),” ujarnya.
Selanjutnya, Meirika langsung membawa ke rumah sakit dengan menggunakan taksi, namun dalam perjalanan Melati sudah diam saja dan sempat supir taksi mengatakan agar balik saja ke rumah karena Melati sudah tidak ada lagi. Namun, Meirika mengatakan agar terus ke rumah sakit.
“Saya bawa melati ke rumah sakit karena itu merupakan pesan dari Melati sambil memangku anaknya Melati. Sesampainya di rumah sakit, Melati langsung dibawa ke ruang UGD dan diberikan oksigen namun nyawa melati tidak bisa diselamatkan lagi dan melati meninggal di pangkuannya,”tambahnya.
Meirika mengatakan saat ini keluarga sudah ikhlas dengan kepergian Melati. Biarkanlah Melati tenang tidur di sana. Saya sudah memberitahukan kepada suami semalam dan suami sudah mengikhlaskan walaupun tidak dapat bertemu dengan Melati untuk yang terakhir kalinya dan rencananya nanti malam suami saya akan tiba di rumah karena semalam tidak ada tiket untuk balik ke Medan,” tandasnya.
Dirut Rumah Sakit Sari Mutiara, dr Tuahman Purba mengaku, meninggalnya Melati karena berlebihnya cairan empedu akibat atresia biller atau gangguan hati yang dialaminya. Sehingga Imel tidak sempat mendapatkan perawatan dan menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan.
“Imel belum sempat ditangani karena dia sudah meninggal saat di perjalanan. Melihat kondisi badan Imel yang membengkak saat terakhirnya dipastikan cairan empedu yang telah menyebar ke seluruh tubuh dan merusak sistem kerja,” ungkap Tuahman saat dikonfirmasi melalaui telepon, Selasa (8/2).
Tuahman yang langsung datang ke rumah duka mengaku sudah memiliki kedekatan terhadap sang bocah. Sehingga kematian sang bocah merupakan pukulan telak bagi dirinya.
Kedekatan yang terjalin meurut Tuahman dikarenakan Imel adalah pasien yang pernah mendapatkan perawatan selama enam bulan lebih di RS Sari Mutiara Medan.
“Selama Imel di rumah sakit ini dia selalu saya kunjungi dan terus saya pantau mengenai kondisi kesehatannya. Tapi ada penyesalan bagi saya karena tidak mampu berbuat banyak hingga dirinya harus meninggal tanpa sempat menjalani operasi cangkok, akibat keterbatasan biaya,”sebut Tuahman.
Sementara dari pengakuan orangtuanya kepada Tuahman, detik terakhir sebelum ajal menjemput Imel, dirinya memaksa orangtuanya untuk dibawa ke rumah sakit miliknya.
“Sebelum meninggal Imel minta di bawa ke rumah sakit ini, meskipun tak terselamatkan mungkin ini adalah permintaan terakhirnya,” ujarnya.
Dengan kejadian ini Tuahman berharap keluarga bisa tabah dalam menghadapi cobaan yang sudah menjadi takdir. Dirinya juga berharap, penyakit yang hanya bisa diobati dengan menghabiskan anggaran besar hingga ratusan juta itu bisa mendapatkan perhatian pemerintah. (*)