SBY Tak Tegas, RI Tidak Digubris

11:12, 06/06/2009

JAKARTA-Indonesia melalui Departemen Luar Negeri (Deplu) telah melayangkan nota protes kepada Malaysia, soal pelanggaran batas wilayah di perairan Ambalat, Kalimantan Timur. Senin (8/5) pekan depan, lima anggota Komisi I DPRRI juga berangkat ke Malaysia untuk mempercepat diplomasi penyelesaian batas itu.
Menurut juru bicara Deplu Teuku Faizasyah, nota untuk sebagai penegasan bahwa Ambalat milik Indonesia. “Deplu sudah mengirimkan nota protes ke Malaysia dan disampaikan ke Kuala Lumpur. Nantinya surat ini sebagai pembuktian registrasi protes yang selama ini sudah kita layangkan untuk ke-36 kalinya, dan ini untuk penegasan bahwa itu wilayah kedaulatan kita,” kata Faizasyah saat jumpa pers di kantor Deplu Jakarta, Jumat (5/6).

Dia menambahkan, posisi nota ini sangat kuat untuk mengingatkan Malaysia bahwa Ambalat merupakan wilayah kedaulatan Indonesia. “Hak kedaulatan kita ini bisa jadi rujukan dalam perundingan ketika menyelesaikan masalah perbatasan ini,” tandasnya.

Pemerintah Malaysia juga sering mengirimkan nota diplomatik berisi protes kepada Indonesia atas pelanggaran wilayah oleh TNI-AL , pesawat militer, nelayan dan kapal-kapal Indonesia. “Malaysia sebenarnya banyak juga mengirimkan nota dinas diplomatik ke Deplu di Jakarta terkait pelanggaran yang dilakukan kapal Angkatan Laut, pesawat militer dan nelayan Indonesian karena masih ada beberapa daerah yang belum ada titik temu mengenai batas-batas negara,” kata Dubes RI untuk Malaysia Da’i Bachtiar di Kuala Lumpur, Rabu lalu.

“Bahkan ada beberapa nota dinas yang nadanya keras,” kata Da’i ketika ditanyakan soal pelanggaran wilayah Indonesia oleh kapal angkatan laut Malaysia di kawasan Ambalat.

Hal itu disebabkan karena masih ada beberapa titik yang memang belum ada kesepakatan mengenai batas-batas wilayah baik di daratan maupun lautan. “Salah satu yang diprotes Malaysia adalah pembuatan jalan dengan cor semen di Pulau Sebatik oleh Indonesia,” tuturnya.

Sebatik merupakan pulau yang terbagi dua wilayah yakni Indonesia dan Malaysia. Malaysia menilai pembangunan jalan itu telah memasuki wilayah Malaysia. Ketika ditanya sepanjang tahun 2008, berapa banyak Malaysia mengajukan nota protes ke Indonesia, ia mengatakan “Karena itu nota diplomatik tentu saja isi dan jumlahnya dirahasiakan. Yang pasti protes dari mereka juga banyak,” tutur Da’i.
Oleh sebab itu, Indonesia dan Malaysia sepakat membentuk GBC (General Border Committee) untuk membahas dan berunding mengenai batas-batas wilayah yang belum ada kesepakatan baik di perbatasan darat dan laut.

Juru bicara Deplu Teuku Faizasyah mengatakan, nota protes Malaysia terakhir diterima April lalu. “Nota protes terakhir kami terima pada April lalu. Nota protes telah kami jawab dan kami sampaikan itu adalah aktifitas patroli yang tidak melanggar wilayah,” kata Faizasyah.
Indonesia mewajibkan untuk menjawab semua nota protes yang masuk. Hal berbeda terjadi di Malaysia, menurut Faiza negara itu tak selalu menjawab nota protes Indonesia. “Kadang dijawab kadang tidak,” ujarnya.

Siap Perang jika Buntu
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengakui perundingan mengenai perbatasan Indonesia dengan Malaysia perihal kawasan blok minyak dan gas bumi Ambalat berlangsung alot. Oleh sebab itu, ia menyatakan bahwa Indonesia siap berperang jika perundingan memang sudah buntu.

Wapres Kalla menegaskan hal itu menjawab salah seorang anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) seusai membuka secara resmi Rapat Kerja Nasional I KNPI di Silae Convention Hall Swissbell Hotel Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (5/6).

Pernyataan Wapres Kalla disampaikan di hadapan sekitar 700 pemuda KNPI yang hadir. “Perundingan memang alot. Namun, jika konflik tidak bisa diselesaikan dan perundingan sampai ke titik buntu dan wilayah yang kita yakini itu benar, tentu kita harus selalu siap untuk menyelesaikan segala sesuatu, termasuk perang. Akan tetapi, itu jika negosiasi buntu,” ujar Kalla.

Keberanian tentara Malaysia melakukan manuver di wilayah perbatasan Indonesia disinyalir muncul karena penilaian atas lemahnya kepemimpinan di Indonesia saat ini. Keadaan ini tentu sangat berbeda saat Indonesia di bawah kendali Presiden Soekarno dan Soeharto yang dikenal keberaniannya oleh dunia internasional.
“Pemimpin Indonesia yang lemah juga berpengaruh kepada bawahannya. Mereka menjadi takut karena tidak adanya perintah jelas dari atasan,” ujar ahli pertahanan Indonesia Letjen (Purn) Syarwan Hamid di Jakarta kemarin.

Para pemimpin Malaysia dalam kasus ini telah berhitung, Pemerintah Indonesia akan menempuh jalur diplomasi. Sehingga persoalan sengketa perbatasan akan diselesaikan dalam forum pertemuan yang berkelanjutan. “Tidak akan ada penyelesaian, jadi cara yang terbaik adalah keberanian dari prajurit di perbatasan,” ungkapnya.

Sementara itu, lima orang anggota Komisi I DPR RI akan bertolak ke Malaysia pada hari Senin (8/6) melakukan pembicaraan guna penyelesaian batas Ambalat. Mereka yang akan berangkat adalah Yusron Ihza Mahendra (PBB), Happy Bone Zulkarnaen (Golkar), Andreas Pareira (PDI Perjuangan), Sidqi Wahab (Demokrat), dan Joko Susilo (PAN).

Yusron Ihza Mahendra yang akan memimpin delegasi mengatakan, di Malaysia, mereka akan melakukan pertemuan dengan parlemen, menteri pertahanan, menteri luar negeri, dan dijadwalkan akan bertemu PM Malaysia. “Masalah Ambalat sangat penting, bukan hanya wilayah negara tapi harga diri. Maka, kami menganggap perlu pelibatan DPR,” ujar Yusron.(net/bbs)


YM

 
PLN Bottom Bar