Kalah Bersaing di Jakarta, Sukses di Medan
10:08, 14/01/2011Sari Dilts, Pemilik Sepatu Lutju
Sepatu yang awalnya berfungsi sebagai alas dan pelindung kaki ternyata memiliki fungsi lain. Di kalangan remaja, selain sebagai alas kaki, sepatu juga menjadi wadah pengekspresian identitas diri. Khususnya sepatu kanvas.
INDRA JULI, Medan
Dengan gejolak aspirasi yang dimilikinya remaja cenderung dinamis dan energik. Tak heran bila sepatu berbahan kanvas yang dikenal dengan sepatu kets menjadi trend bagi remaja. Apalagi kalau bukan karena bahan yang sederhana dan terbilang simple. Meskipun justru kesimplean itu menjadi ruang berkreativitas sebagai wujud jati diri yang tengah trend saat ini.
Hal itu yang dikembangkan Sari Dilts dkk di Sepatu Lutju yang beralamat di Jalan Ade Irma Suryani No 5 Medan ini. Berbagai sepatu dengan beragam corak lukisan lucu dan unik itu kerap terlihat meramaikan bazar maupun pameran yang digelar di Kota Medan. Dari motif ikan, kue, juga figur tokoh karton seperti Doraemon, Superman, Joker, dan banyak lagi.
Kepada Sumut Pos, Sari Dilts (26) mengaku ide tersebut didapat dari hoby nyoret-nyoret. “Awalnya sih karena aku suka nyoret-nyoret sepatu. Ditambah lagi di beberapa bagian sengaja aku bolong dan letakkan beberapa aksesoris. Nggak tahunya teman-teman banyak yang suka dan minta dibuatkan,” kenang cewek mungil ini.
Dibantu sang abang, Sari mulai menggeluti bisnis painting shoes ini di Jakarta 2006 silam. Namun painting shoes masih kalah tenar dibanding handycraft lainnya seperti tas dan kaos. Melihat persaingan yang semakin ketat, Sari lantas melebarkan sayapnya di Medan 2008 silam.
Di Medan sendiri, lanjut Sari, painting shoes mendapat respon positif yang besar dari masyarakat kota Medan. Prospek yang cukup besar itu pun menjadi dasar Sari mengajak Peter dan Koto, teman kuliahnya di Fakultas Hukum Nommensen untuk menggarap bisnis ini dengan serius.
“Mungkin karena masih baru ya. Lumayan sih bang, cukup-cukup untuk beli Blackbarry (salah satu jenis ponsel pintar, Red). Pernah malah kita dapat order dari ibu-ibu Bhayangkari painting sepatu dengan motif Polri berwarna pink,” bebernya.
Untuk menggarap painting shoes ini diperlukan bahan-bahan antara lain sepatu kanvas putih polos, cat akrilik reeves, pensil dan spidol marker hitam dan putih untuk membuat sketsa, serta kuas berbagai ukuran. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat sketsa atau gambar, itu dapat dilakukan pada sepatu atau dibuat pola dahulu baru kemudian dilukis dan diwarnai dengan cat akrilik.Design sepatu bisa saja dibuat dengan gambar yang simple seperti dots, bubbles, strips, stars, polkadots. Ada juga design yang lebih rumit tapi tetap dengan kesimpelannya, motif gambar manusia, hewan, atau tumbuhan. Pilihan design sepatu kanvas lukis juga bisa dengan cartoon characters. “Motif figur ini yang lebih rumit karena dibarengi dengan improvisasi di latarnya. Untuk motif yang lain biasa kita buat sendiri. Kalau pembeli punya motif sendiri selagi tidak terlalu detail kita bisa lukis,” tutur Sari.
Sekalipun berupa lukisan, Sari memastikan karyanya tidak luntur bahkan dapat dicuci dengan sabun lembut tanpa pemutih dan bagian bergambarnya jangan disikat terlalu keras. Berikut beberapa tips dari Sari agar sepatu lukis ini tahan lama. “Bersihkan sepatu dengan sikat sepatu yang lembut dan kering setelah selesai digunakan untuk menghilangkan debu. Setelah bersih, simpan ditempat yang kering. Bersihkan dengan air apabila kena noda sesegera mungkin, lebih baik usap saja dengan sabun dan air bila diperlukan. Itu dilakukan agar warna serta gambar tidak pudar dan tahan lama,” sarannya.
Dari berbagai sumber, sepatu kanvas yang dimodifikasi menjadi sepatu lukis kanvas, masuk di Indonesia sekitar 2006 namun sayangnya belum semarak seperti sekarang ini. Yang menarik, trend sepatu lukis kanvas ternyata sudah ada sejak 1990-an, di negeri ‘Paman Sam’. Di Amerika Serikat sana, tepatnya di kota New York sepatu kanvas akrab dikenal dengan nama sneakers.
Sneakers yang sudah dimodifikasi berawal dari street art, seni yang dekat dengan keseharian kita atau seni jalanan. Yang mempopulerkan sepatu kanvas lukis ini para penari breakdance. Sejumlah seniman sneaker seperti Arks dan Tutu menjadi orang-orang yang kerap mempopulerkan sepatu ini. Arks dan Tutu bergabung dalam ‘Sneakers Whothinkfamous’. Tutu dan Arks memilih sepatu untuk dilukis dan mempopulerkannya kembali tahun 2006-an.
Di negara Asia, trend sepatu lukis kanvas ini berawal di Singapura. Adalah Chee desainer (shoe fetish) yang juga bekerja sebagai akuntan yang mengawali tren sepatu lukis kanvas ini. Chee membuat sepatu karya-karyanya ini dalam jumlah yang terbatas alias dibuat hanya satu buah tiap pasangnya. Jadi, tak akan ada kejadian red carpet fiasco, dimana tetangga sebelah juga pakai sepatu yang sama.
Chee memberi nama hasil karyanya dengan nama ‘Minou’ yang artinya kucing. Minou menjadi terkenal di Singapura tahun 2005-an. Soo.., sepatu kanvas lukis ini tak boleh dilewati. Di Indonesia sendiri, sepatu lukis kanvas ini jarang di jual bebas, kebanyakan dijual di butik atau toko online. (*)