Jangan Lupa Kampung Halaman

11:34, 17/01/2011
Jangan Lupa Kampung Halaman
repro//parlindungan pohan/metro tapanuli/smg SEKELUARGA: Foto Gayus (kiri) bersama saudara-saudaranya . Tiodor br Tambunan, menangis memandangi foto Gayus (kanan).

Menelusuri Kerabat Gayus di Batang Angkola, Tapsel

Gayus Halomoan Partahanan Tambunan memang lahir dan besar di Pulau Jawa. Namun sebagian besar keluarganya masih menetap di Desa Aek Lancat, Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan. Gayus pun diingatkan untuk tidak lupa kampung halaman dan saudara-saudaranya.

Parlindungan Pohan, Angkola

UNTUK mengorek informasi tentang Gayus, terdakwa kasus dugaan penggelapan pajak, semasa kecil dan keberadaan keluarganya, METRO TAPANULI (grup Sumut Pos) dan beberapa wartawan meluncur ke Desa Aek Lancat, Sabtu (15/1) siang. Jarak ke desa tersebut dari Kota Padangsidimpuan (Psp) sekitar 25 kilometer dengan jarak ditempuh 30 menit menggunakan sepedamotor.

Ada dua alternatif untuk masuk ke desa itu. Alternatif pertama masuk dari Pulau Bauk, Kecamatan Psp Tenggara, Kota Psp, dan satu lagi melalui Desa Tolang, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapsel dengan kondisi jalan yang sebagian sudah aspal dan sebagian lagi masih lapen yang sudah rusak di sana-sini.

Saat wartawan tiba di desa tersebut dan bertanya kepada warga sekitar di mana tempat tinggal keluarga besar Gayus, masyarakat langsung menunjukkan sebuah rumah tua yang sudah sekitar 10 tahun tidak dihuni oleh keluarga besar Gayus.

Warga kemudian mengarahkan wartawan untuk menemui seorang pria yang masih keluarga dekat Gayus. Saat berkenalan, pria itu mengaku bernama Saut Tambunan, dan sepupu Gayus atau anak dari abang Amir Syarifuddin Tambunan, ayah Gayus.

Diceritakan Saut, Gayus lahir di Pulau Jawa (Jakarta, red) tempat ayahnya bekerja sebagai pelaut. Seingat Saut, dirinya baru satu kali berjumpa dengan Gayus di Jakarta saat dirinya berumur 8 tahun ketika keluarganya mengunjungi keluarga Gayus di Jakarta. “Gayus tidak lahir di Tapsel, tapi di pulau Jawa. Saya cuma sekali jumpa sama dia di Jakarta, itupun waktu masih anak-anak atau umur 8 tahun,” ujarnya memulai cerita.
Meskipun Gayus dan empat saudaranya yang lain tidak pernah pulang kampung, namun ayah Gayus, Amir Syarifuddin Tambunan, setiap tahunnya selalu pulang kampung bertemu keluarga di Aek Lancat.
Ternyata ada kerenggangan hubungan antara keluarga di Aek Lancat dengan keluarga Gayus, karena berbeda keyakinan. “Meskipun begitu keadannya, Gayus tetaplah famili kami, dan kami berharap Gayus mendapatkan keadilan,” harapnya.
Sementara ungkapan kekecewaan disampaikan Tiodor br Tambunan (87). Kakak tertua Amir Syarifuddin Tambunan yang secara tarombo menjadi Namboru Gayus itu menangis karena selama hidup belum pernah bertemu Gayus. Tiodor hanya mendengar cerita dari adiknya serta melihat foto Gayus dan belakangan melihatnya di televisi setelah santer diberitakan terkait kasus dugaan penggelapan pajak.
Diceritakan Tiodor, ia adalah anak sulung dari enam bersaudara. Ayah Gayus, si bungsu, sudah pergi merantau sejak umur 20 tahun ke Pulau Jawa dan bekerja sebagai pelayar yang kerap bepergian ke sejumlah negara. Kemudian, ayah Gayus menikah dengan putri Sunda di pulau Jawa. Gayus sendiri merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

“Ahu do nagodangna sude sian 6 hami sa ama, alai dang do diingot imana hutana on dohot angka family na ison (Sayanya anak tertua dari enam bersaudara, tapi Gayus tidak ingat kampung halamannya dan saudara-saudaranya di sini),” katanya berlinang air mata. “Alai tung songoni, holong do rohakku (Tapi biarpun begitu aku tetap sayangnya),” tambah Tiodor sambil terisak.

Dirinya berharap penegak hukum memberikan hukuman yang seadilnya kepada Gayus dan juga menyeret pihak lain yang terlibat.

“Cita-cita saya dapat bertemu dengan Gayus, meskipun dia sudah berbuat salah, namun dia tetap keluarga saya. Saya ingatkan kepada Gayus untuk ingat kampung halaman dan saudara-saudaranya di sini,” harapnya. (*)


YM

 
PLN Bottom Bar