Gelar ‘Raja Batak’ untuk SBY Ditolak

12:04, 17/01/2011
Gelar ‘Raja Batak’ untuk SBY Ditolak
TOLAK GELAR: Massa PNBB menggelar aksi penolakan rencana pemberian gelar Raja Batak kepada SBY.//Reza/Posmetro Medan/SMG
  • Dianggap Tidak Berkontribusi di Tanah Batak
  • TB Silalahi: Cuma Gelar Bagindo Raja

MEDAN- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dijadwalkan akan mengunjungi Kota Balige, Kabupaten Toba Samosir, Selasa (18/1). Orang nomor satu di Indonesia itu akan meresmikan Museum Batak di TB Silalahi Center di Soposurung sekaligus mendapat gelar kehormatan.

Rencana pemberian gelar kehormatan kepada Presiden SBY, mendapat kritik massa dari Jakarta dan Medan. Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Batak Seluruh Indonesia (ABSI) menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta, Minggu (16/1). Aksi penolakan juga datang dari puluhan massa yang tergabung dalam Partukkoan Naposo Bangso Batak (PNBB). Massa menggelar aksi di Monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII dan berlanjut ke Jalan Sudirman Medan.

Massa yang terdiri dari warga Batak yang berdomisili di Jakarta menyuarakan aspirasi, menolak rencana pemberian gelar kehormatan. Menurut mereka, penghargaan yang disebut-sebut diprakarsai oleh TB Silalahi berupa gelar Raja Batak. Dalam aksinya, massa mulai bergerak di bundaran Hotel Indonesia (HI), yang selama ini dikenal sebagai tempat favorit pada pengunjuk rasa di Ibukota. Dengan membawa sejumlah pamflet, massa berarak perlahan, mengelilingi bundaran yang ada air mancurnya itu. Sejumlah alasan penolakan gelar Raja Batak ke SBY dikemukakan koordinator aksi, Frans Pangaribuan.

Menurut Frans, SBY tidak punya darah Batak. Karenanya, sangat tidak layak menerima gelar tersebut. Kedua, dalam beberapa hari lalu, sejumlah aktivis dan tokoh lintas agama telah merilis 18 kebohongan SBY, yang disebut terdiri dari 9 kebohongan lama dan 9 kebohongan baru, di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah. Bohong, menurut Frans, bukanlah sifat ksatria. ”Padahal, sudah jelas karakter orang Batak adalah ksatria. Sementara SBY tidak memiliki jiwa ksatria seperti orang warga Batak,” cetus Frans saat memimpin aksi.

Disebutkan Frans, jika yang mengatakan bohong itu adalah para tokoh lintas agama, maka kebohongan SBY sudah keterlaluan. Karenanya, menurut Frans, justru akan menurunkan citra suku Batak jika SBY mendapat gelar kehormatan sebagai Raja Batak.

SBY juga dianggap gagal menjaga kebebasan beragama di Indonesia. ”SBY tidaklah pantas menerima gelar Raja Batak,” cetusnya. Dalam pamflet-pamflet yang mereka bawa, diantaranya berbunyi, ”Stop Politisasi Orang Batak”, dan ”TB Bukan Batak.”

Aksi berjalan damai. Saat berada di kawasan bundaran HI, pengguna lalulintas juga masih merasa nyaman lantaran massa aksi berjalan tertib. Massa bergerak ke arah Istana Presiden guna menyampaikan tuntutan serupa.

Tidak hanya di Jakarta, aksi penolakan datang dari Medan. Puluhan massa yang mengatasnamakan Partukkoan Naposo Bangso Batak (PNBB) berunjuk rasa menuntut pembatalan penganugarehan gelar Raja Batak kepada SBY karena karena sudah mencedarai plurarisme.

Aksi dilakukan di Monumen Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII di Jalan Sisingamngaraja, sekitar pukul 13.00 WIB. Pengunjuk rasa yang memakai topeng wajah TB Silalahi, yang dianggap menjual budaya Batak. Massa terdengar meneriakkan kata-kata ”Tangkap dan adili TBS cs.”

”Kami menuntut batalkan penganugerahan gelar adat kepada SBY, karena sudah mencedarai plurarisme. Hentikan sekarang juga pemberian gelar adat kepada seluruh aparatur negara tanpa terkecuali karena menjadi ajang popularitas dan komersilisasi,” ujar Edi Baita Malau, kordinator aksi dengan suara kerasnya.
Edi Baita Malau menyebut pemberian gelar kepada SBY sebagai konspirasi elit demi kepentingan pribadi dan golongan serta upaya terselubung memecah belah kekerabatan di Tanah Batak. Pemerintahan SBY bahkan diklaim tidak memberikan kontribusi terhadap perkembangan masyarakat Batak. ”Sejak SBY menjabat, pembangunan sarana dan prasarana publik di Tanah Batak sama sekali tidak pernah ada, perkembangan masyarakat Batak justru semakin termiskinkan,” ucapnya.

Menurutnya, masyarakat perlu diberikan pandangan dan seruan langsung dari perspektif yang berbeda terhadap rencana kedatangan presiden SBY ke Tanah Batak.

”Mari kita rawat plurarisme untuk menjaga keutuhan NKRI, dimana cita-cita pendiri bangsa dalam mewujudkan NKRI telah dirumuskan menjadi harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi keberadaannya,” beber Edi yang mengajak masa untuk melanjutkan perjalanan mengelilingi Kota Medan.

Pukul 14.00 WIB, sekitar 50an massa menggelar aksi di sepanjang Jalan Sudirman Mendan. Massa kembali menyataan sikapnya menolak pemberian gelar Raja Batak kepada SBY.
Massa yang beriring-iringan sembari membawa pamflet bertuliskan ”Jangan kau jual Tanah Batak ini” dan sejumlah pamflet dengan tulisan senada.

Aksi dimulai di depan Taman Ahmad Yani, kemudian turun ke Jalan Sudirman tepat di depan bundaran air mancur. Massa sempat memblokir jalan sekaligus membagikan selebaran Pesan Aksi kepada para pengguna jalan.
Ketika ditanya asal informasi yang menyebut SBY akan diberi gelar Raja Batak, Fitra, seorang pendemo hanya menyebut kalau info itu mereka peroleh ketika menonton televisi nasional. Tetapi Fitra tidak bisa menyebut nama media televisi yang dimaksud.

Secara keseluruhan, aksi berlangsung tertib. Kurang lebih satu jam berorasi, massa yang berjumlah puluhan itu akhirnya bubar secara tertib meninggalkan lokasi aksi.

Apa tanggapan akademisi di Medan bila benar SBY akan dianugerahi gelar Raja Batak? Antropolog Unimed Prof Bungaran A Simanjuntak mengaku tak mau ikut campur. ”Saya belum bisa berkomentar tentang ini, maaf,” tegasnya.
Sejarawan Unimed Dr Phil Ichwan Azhari berpandangan sama karena belum mengetahui informasi tersebut. ”Saya malah tahunya dari kamu. ”Saya seorang akademisi, jadi saya harus tahu dulu latar belakang pemberian gelar itu, siapa yang demo dan sebagainya. Akan lebih baik jika saya memberikan tanggapan setelah terpublikasi di media massa. Saya belum berani memberikan komentar,” katanya.

TB Silalahi yang dikonfirmasi wartawan, tadi malam, membantah kedatangan SBY ke Museum Batak sekaligus menerima anugerah gelar Raja Batak. ”Kalau disebut beliau diberi gelar Raja Batak, itu keliru. Nggak ada gelar Raja Batak,” kata TB Silalahi. Presiden hanya akan mendapatkan gelar kehormatan biasa saja.
Pendukung berdirinya Museum Batak Balige, menurut TB Silalahi adalah 6 suku Batak, yakni Dairi Pakpak, Karo, Simalungun, Toba, Mandailing dan Angkola. Dari 6 suku tersebut, cuma Suku Angkola saja yang memberikan gelar kehormatan kepada Presiden SBY.

”Cuma Suku Angkola yang memberi gelar kehormatan, semacam sri baginda. Tapi bukan Raja Batak,” tegas mantan anggota Wantimpres tersebut.

Dia mengatakan, karena yang memberi gelar kehormatan cuma Suku Angkola, jadi tidak lucu jika ada warga Batak yang menolaknya. Apalagi dari luar Suku Batak Angkola. ”Agak lucu juga kalau Batak Toba protes, karena Batak Toba dan yang lain selain Angkola hanya memberi pakaian kebesaran saja. Menteri-menteri yang datang ke sini juga sering diberi pakaian kebesaran,” elak menteri pada era Orde Baru ini.

TB Silalahi juga mempertanyakan jika pemberian gelar kepada SBY ini berbau politis. Tugas dia cuma menyukseskan pembangunan Museum Balige dan diresmikan oleh Presiden SBY agar masyarakat Batak termotivasi dan terinspirasi untuk lebih maju.

”Jadi bukan saya yang memberi gelar. Saya tidak bisa mempengaruhi suku-suku yang lain. Saya hanya berkepentingan agar presiden meresmikan Museum Batak ini karena penting untuk memberi inspirasi dan motivasi kepada generasi muda,” elaknya.

Dia menambahkan, Presiden juga sering mendapat gelar kehormatan dari berbagai suku atau wilayah di Indonesia, seperti dari Aceh, Minang, Ambon, Maluku, Papua.

”Kenapa Batak diprotes. Jadi suku-suku yang lain juga memberi kehormatan, kenapa orang batak yang ribut. Jadi siapa yang mempolitisir, kita atau yang lain,” tandasnya.

Seperti diberitakan, kalau tak ada aral melintang, Presiden SBY akan mengunjungi Kota Balige, Kabupaten Toba Samosir, Selasa (18/1). Orang nomor satu di Indonesia itu akan meresmikan Museum Batak di TB Silalahi Center di Soposurung.

Untuk mencapai museum yang menyimpan koleksi budaya artefak Batak tersebut, rombongan presiden dijadwalkan terbang dari Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng menuju Bandara Silangit di Tapanuli Utara. Dari Silangit, rombongan melanjutkan perjalanan via darat yang jaraknya kurang dari 30 kilometer. (sam/mag-1/mag-8/saz)

Kalau Gelar Sultan, Itu Sah-sah Saja

Rencana pemberian gelar kehormatan dari suku batak Angkola kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada peresmian Museum TB Silalahi di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Selasa (18/1) nanti sebagai manuver politik.
Demikian sastrawan Batak dan Direktur Pusat Latihan Opera Batak Thompson Hutasoit yang dihubungi, tadi malam (16/1). “Kalau itu (pemberian gelar Raja Batak kepada SBY, Red) terjadi, saya lebih melihat itu sebuah maneuver mengingat citra politik SBY saat ini menurun. Saya pribadi berharap itu tidak jadi,” tegasnya.

Harapan Thompson tadi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi untuk kegiatan pemberian gelar tersebut. Untuk itu dirinya mengingatkan perlu dilanjutkan penjelajahan teori dan faktor sejarah dari Batak itu sendiri. Apalagi secara Antopologi, gelar Raja Batak itu sendiri cenderung berlaku di Batak Toba.

“Tapi kalau Sutan, itu sah-sah saja. Karena itu milik Angkola dan gelar itu juga datang dari Turki. Karena Batak sendiri dikategorikan dengan Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola. Mereka juga akan keberatan dengan Raja Batak ini karena sebutan itu hanya ada di Batak Toba,” paparnya.

Masih Thompson, Raja Batak sendiri merupakan mitos yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat Batak tradisional. Seperti layaknya mitos, tidak ada yang dapat mendeskripsikan sosok Raja Batak.

“Bagi saya, Raja Batak itu hanya identifikasi politik genealogis yang dimaksudkan sebagai induk dari satu garis kehidupan. Sisingamangaraja hanya pencitraan kemudian dari Raja Batak tadi. Tapi ada atau tidak, belum ada yang bisa memastikan,” pungkasnya.

Sebelumnya rencana pemberian gelar Raja Batak kepada SBY mendapat tentangan dari berbagai pihak. (jul)


YM

Comments (8)

  1. SBY tidak layak menerima gelar tersebut karena dia tidak mempunyai kontribusi untuk orang Batak. Pokoknya tetap tolak.

  2. farmasi farma says:

    Raja Batak tak boleh di duplikasi hanya milikleluhur SiRaja Batak awal Silsilah Orang Batak dari Sianjur mulamula,orang Batak sendiri tak pernah kasih nama anaknya Nama Batak,karena itu hanya milik Siraja Batak
    di Keraton Solotak pernah orang kasih gels Sunan bagi orang luar, paling-2 hanya Kanjeng Ratu(KRT),koq kita batak seperti TB SILALAHI ksih gelar Raja Batak,menjilat kali,jauhkan bale lah dari kebiasaan menjilat
    Saya sbagai Keturunan Raja SilahiSabungan(Situngkir ) tidak setuju dengan pemberian gelas Raja Batak

  3. edo says:

    Wah saya juga ga terima uy…
    kurang gmana gtu ya…

  4. bagong ganjang says:

    gak usah belagu kelien…gak penting kali gelar2 batak kelien itu…amit2 deh kalo dikasih gelar batak…

  5. rony sinulingga says:

    apakah dari dulu ada raja Batak? Kalau ada siapa ya…

  6. yohana purba says:

    wah ,emang sby tahu dalihan natolu ,dan hormat marhula hula mana …………………….

  7. opung says:

    Kalau saya Punya Usul : Bagusan di buat kan marga nya

    aja , Yang Pantas Marga Tambunan Aja, Agar Mardongan

    Tubuh Dengan Gayus.

  8. R. Sihombing says:

    Raja batak itu sesungguhnya tidak ada, karena semua orang batak menyebut orang batak itu keturunan raja.
    jadi siapasih sesungguhnya siraja batak itu…..

 
PLN Bottom Bar