Pendukung Mubarak Serang Pendemo

11:21, 03/02/2011

Deadline mundur yang ditetapkan oleh kelompok anti pemerintah tidak digubris Presiden Mesir Hosni Mubarak. Penguasa Negeri Firaun selama 30 tahun itu juga tidak menghiraukan tuntutan jutaan warga yang berdemonstrasi seminggu terakhir untuk segera menanggalkan jabatan Jumat (4/2).

Kemarin Mubarak (82) bahkan memastikan tetap bertahan sebagai presiden hingga masa kepemimpinannya berakhir. Melalui siaran langsung televisi, dia juga berani menyatakan memilih mati di tanah Mesir. “Saya akan memaksimalkan beberapa bulan yang tersisa dari jabatan saya untuk melayani kehendak rakyat,” tegas Mubarak saat ditayangkan Al Jazeera Rabu dini hari WIB (2/2) atau Selasa pukul 23.00 waktu setempat.

Mantan komandan angkatan udara yang berkuasa sejak 1981, pasca terbunuhnya sang Presiden Anwar Sadat, itu memastikan tidak akan mencalonkan diri pada pemilihan umum mendatang. Artinya, dia bakal memimpin pemerintahan transisi sampai pemilihan presiden mendatang, yang dijadwalkan September nanti.

Sontak, pernyataan Mubarak tersebut menuai reaksi keras dari kelompok oposisi. Bahkan, ratusan ribu orang di Tahrir Square, Kairo, sangat marah saat menyaksikan langsung pidato Mubarak. Tidak sedikit demonstran yang melemparkan sepatu ke udara. Layar besar yang menayangkan pidato Mubarak itu langsung menjadi sasaran lemparan botol dan batu. Mereka berteriak, “Pergi! Pergi!” sambil mengacungkan sepatu, tanda penghinaan di masyarakat Arab.

Mereka juga bersumpah tidak akan beranjak dari lokasi unjuk rasa di Tahrir Square sampai Mubarak lengser. “Jika Mubarak tetap bertahan sampai September, kami juga tetap di sini sampai September,” ujar salah seorang demonstran di lapangan Tahrir, Kairo, Amr Gharbeia, seperti dilansir AFP kemarin.

Di beberapa lokasi lain, para demonstran bersorak, “Turunkan Mubarak!” “Kami tidak terima jika dia tetap tinggal hingga September nanti atau mengalihkan kekuasaan kepada Omar Suleiman (wakil presiden, Red). Dia harus pergi sekarang juga,” kata Hassan Moussa, tokoh kelompok oposisi.

Ketika Mubarak mengatakan memilih mati di tanah Mesir dan akan mereformasi konstitusi atau regulasi peserta pemilu, massa langsung murka. “Itu hanya membuat kami lebih marah. Dia harus turun sekarang. Dia tidak boleh menunggu sampai September. Pesawat Mubarak telah siap,” ujar Ahmed Defouki, berharap Mubarak kabur ke Jeddah seperti Presiden Tunisia Ben Ali.

Ketika kemarahan kelompok oposisi memuncak pascapidato Mubarak, Rabu sore waktu setempat (2/2) tiba-tiba ribuan pendukung pemerintah menyerang para demonstran di Alun-Alun Kairo. Seperti dilansir dari Associated Press, itulah kali pertama pendukung Mubarak tersebut turun ke jalan. Mereka keluar dengan jumlah yang besar dan mengancam para demonstran untuk mengakhiri aksi.

Pendukung Mubarak itu menerobos barikade pengunjuk rasa anti pemerintah yang berkumpul di Tahrir Square. Massa pro-Mubarak merobek spanduk berisi kecaman terhadap pemerintah. Akibatnya, bentrok besar antara massa yang pro dan anti pemerintahan tak terhindarkan.

Sejumlah orang dari dua kubu itu saling melempar batu. Banyak yang menderita luka di kepala. Sebagian massa pro-Mubarak menyerang dengan berkuda dan naik unta sambil membawa cambuk. Kelompok demonstran tidak tinggal diam. Mereka menyerang balik dengan lemparan batu dan menurunkan massa pro-Mubarak dari kuda atau unta, kemudian memukuli mereka. Beberapa orang terluka parah gara-gara kekacauan tersebut.
Ratusan tentara yang berjaga di sekitar Alun-Alun Kairo tidak melakukan intervensi saat melihat bentrokan hebat itu. Sebagian besar bahkan memilih berlindung di balik kendaraan berlapis baja dan tank yang ditempatkan di pintu masuk Tahrir Square.

Kubu penentang Presiden Hosni Mubarak menduga tentara dan polisi berpakaian preman turut terlibat dalam bentrokan tersebut. Mereka menyamar menjadi warga yang pro Presiden Hosni Mubarak.
Ribuan demonstran dari kedua pihak berada di Tahrir, pusat dari aksi protes oposisi yang telah memasuki hari kesembilan hari ini. Aktivis oposisi mengatakan bahwa petugas kepolisian berpakaian preman juga telah berada di Tahrir.

Kelompok pendukung pmerintah baru terlihat hari ini setelah Presiden Hosni Mubarak menyampiakan pernyataan politiknya. Dalam pidatonya, Mubarak menegaskan bahwa ia tidak akan maju mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada pemilu September mendatang.

Sementara, sejumlah pemimpin dunia seperti Presiden AS Barack Obama, Presiden Maladewa Mohamed Nasheed, Perdana Manteri Kanada Stephen Harper, dan Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi mendesak Presiden Mesir Hosni Mubarak mendengar aspirasi rakyatnya untuk meletakkan jabatan.

Sejauh ini Mubarak seakan mengabaikan tuntutan jutaan demonstran yang menginginkan dirinya mundur segera. Dalam pidatonya pada Selasa, 1 Februari, Mubarak berjanji tidak akan ikut mencalonkan diri dalam pemilihan umum yang menurut rencana akan digelar pada September mendatang. Namun Mubarak menegaskan dirinya akan tetap berkuasa sebelum September tersebut.

Mubarak yang anak seorang petani itu, dilahirkan pada tahun 1928 di Desa el-Meselha Kahel. Dia tamat dari Akademi Militer pada tahun 1949. Setelah perang Arab-Israel, Mubarak diangkat menjadi Kepala Angkatan Udara Mesir. Ini menjadi pintu pertama bagi Mubarak untuk masuk ke lingkungan elit politik.

Mubarak kemudian dikenal sebagai pembantu setia Presiden Mesir Anwar Sadat. Mubarak pun ditunjuk menjadi Wakil Presiden oleh Sadat pada tahun 1975. Sejak itu Mubarak memainkan peran penting dengan menjalin hubungan dengan negara-negara Barat. Pada tahun 1981, Sadat tewas ditembak, Mubarak pun naik menjadi orang nomor satu di Mesir.

Putri Anggota DPRD Sumut Belum Kembali

Sementara, pemerintah Indonesia menyiapkan pesawat dari 3 maskapai untuk mengevakuasi WNI yang ada di Mesir. Selain Garuda, maskapai yang diminta bantuannya adalah Batavia Air dan Lion Air. Pesawat Lion Air berjenis Boeing 747-400 sedangkan Batavia adalah A310 namun sedang diusahakan memakai pesawat A330. Namun tidak semua WNI akan dievakuasi, pemerintah RI hanya mengevakuasi kurang lebih 4.100 dari 6.100 WNI. Tahap awal, pemerintah sudah mengevakuasi sekitar 400 WNI dari Mesir.

Namun, beberapa mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir menolak untuk pulang.
WNI asal Medan Martina Siregar mengatakan bahwa banyak mahasiswa yang menolak dievakuasi karena khawatir tidak bisa membeli tiket kembali ke Mesir. Tak sedikit juga yang hampir menuntaskan studi jadi mereka tidak ingin rugi waktu karena harus bolak-balik Mesir-Jakarta. “Kalau pria saya kira berani saja, tapi bagi perempuan agak mengkhawatirkan,” kata dia.

Martina yakin ada sejumlah warga Indonesia yang belum terjangkau informasi terutama yang kini sedang berada di lokasi terpencil. Karena banyak juga mahasiswa asal Indonesia yang melakukan atau sedang tidak berada di pusat kota dimana kondisi rusuh tidak menjalar. “Tapi saya yakin selama kita terlibat demonstrasi maka tidak masalah karena aparat juga bisa membedakan kok,” kata dia.

Martina mengatakan, cukup sulit untuk beraktivitas karena di sejumlah wilayah sudah diterapkan jam malam yang berlaku sejak pukul 15.00 sampai pukul 08.00 pagi. Karena itu, dia dan mayoritas warga asing yang ada di Mesir memilih untuk tinggal di rumah.

Putri dari anggota DPRD Sumut Muhammad Nuh yakni, Zunairah (18) yang menempuh studi di Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar Kairo Mesir juga belum kembali ke tanah air.

Bukan putrinya saja, keponakan dari anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yakni, Robby Rodiah (20) yang juga belajar di Fakultas Syariah Uiversitas Al Azhar Kairo Mesir juga belum kembali.
Untungnya yang membuat pria yang akrab disapa ustadz ini adalah komunikasi dengan putri dan keponakannya tidak terputus. Diketahui saat ini, putri dan keponakannya tengah berada di Nashar City Kairo. “Alhamdulillah masih bisa komunikasi, dan keadaan putri serta keponakan saya dalam keadaan sehat tidak kurang suatu apa pun,” ujarnya kepada Sumut Pos, Selasa (2/2).

Dikatakannya lagi, dari informasi yang diperolehnya, proses pemulangan putri dan keponakannya serta para WNI lainnya, dalam jangka waktu dua sampai tiga hari ke depan. Namun, untuk tiba di tanah air atau Medan belum diketahui kapan.

“Dalam dua atau tiga hari ii sudah dalam proses pemulangan. Kita terus memantau dari jaringan televisi Al Jazeera dan informasi lainnya. Diketahui pesawat Batavia dan Lion Air sudah berngkat ke sana,” tuturnya.
Dirinya tidak ingin menyinggung ketika ditanya, apakah dari ke 400 WNI yang pulang tersebut diprioritaskan bagi anak-anak pejabat di kedutaan Indonesia di Mesir.

“Semuanya berproses, dan menunggu sampai ideal betul baru direncanakan pemulangan. Kita tunggu kepulangan selanjutnya, dan kita berharap tidak terjadi hal-hal lainnya yang tidak diinginkan,” tutupnya.

Meski di tanah air, pihak keluarga cemas, ada saja mahasiswa Indonesia yang menolak dievakuasi ke tanah air dengan berbagai alasan. Satu di antara mahasiswa yang menolak pulang ke Sumut adalah Adenir, asal Batubara.
“Sudah kami telepon beberapa kali sejak kerusuhan itu pecah. Namun dia tak mau pulang. Tak apa-apa katanya. Kami di sini ngeri juga kalau lihat dari TV, tapi katanya di sana tak apa-apa, aman-aman saja, ya sudahlah,” ujar Badaruddin Barus, abang kandung Adenir tadi malam via ponsel.

Badaruddin mengatakan, adiknya berangkat ke Al Azhar pada tahun 2006 silam. Saat ini baru saja menyelesaikan S-1 nya di jurusan Tafsir. Rencananya, dia bakal melanjutkan ke jenjang S-2 di universitas yang sama. “Dia beralasan menunggu ijazahnya yang belum keluar, lagi pula dia mau melanjutkan S-2. Kalau itu yang jadi keputusannya, tapi kami berharap tidak ada sesuatu hal yang bisa membuat kami khawatir,” ujarnya. Komunikasi keluarga dengan Adenir di Mesir dilakukan keluarga dengan sambungan telepon.

Menyikapi semakin memanasnya suhu politik dan tidak menentunya keamanan di Mesir, DPRD Sumatera Utara mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) memfasilitasi kepulangan warga negara Indonesia asal Sumut. Desakan ini disampaikan Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut Hidayatullah kepada wartawan di gedung dewan, Rabu (2/2). “Kita khawatir keselamatan WNI di Mesir semakin terancam. Karenanya, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah efektif guna menghindari kemungkinan terburuk menimpa WNI termasuk warga Sumut yang ada di Mesir,” kata Hidayatullah.

Untuk itu, lanjutnya, Fraksi PKS DPRD Sumut minta Pemprovsu berempati terhadap persoalan warga Sumut di daerah konflik Mesir, karena situasi konflik yang terjadi di Mesir di luar kemauan dan kemampuan warga Sumut. Fraksi PKS juga meminta agar Pemprovsu dapat memfasilitasi kepulangan warga Sumut yang baru pulang dari Mesir dan kini berada di Jakarta sampai ke kampung halamannya masing-masing.

Terkait kebijakan Pemerintah Republik Indonesia mengevakuasi WNI dari Mesir ke Indonesia, Hidayatullah menyambut baik. “Masalah bagaimana memulangkan warga Sumut ke kampung halamannya, masalah teknis. Terpenting, semua warga Negara Indonesia dievakuasi dari Mesir ke Indonesia. Jangan ada yang tertinggal seorang WNI-pun,” ujarnya.(ari/ade/net)


YM

 
PLN Bottom Bar