400 WNI Tiba di Tanah Air

11:52, 02/02/2011
400 WNI Tiba di Tanah Air
BERGERAK MASIV: Ratusan ribu massa anti-pemerintah secara masiv bergerak ke Tahrir Square di Kairo, Mesir, menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur dari jabatannya. Sementara militer dikabarkan mulai mendukung demonstran dan posisi Hosni Mubarak makin terdesak.//Photo by Chris Hondros/Getty Images
  • Makin Mencekam, 200 Ribu Massa Tumpah di Kairo
  • Batavia dan Lion Air Diberangkatkan

JAKARTA-Pemerintah Mesir akhirnya memberikan lampu hijau bagi pesawat evakuasi yang disiapkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI untuk mendarat di Kairo. Pesawat yang akan mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir yakni Garuda Indonesia Boeing 747-400 berkapasitas 428 penumpang akan kembali tiba di Tanah Air, hari ini (2/2).

“Rencananya pesawat evakuasi akan kembali tiba di Jakarta pukul 11 siang besok,” ujar Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Internasional Kemenlu, Tatang Budiutama Razak di Jakarta tadi malam (1/2)
Rencananya, pesawat akan diisi penuh karena saat ini jumlah WNI yang harus dievakuasi dari Mesir masih cukup banyak. Namun, Tatang belum bisa memastikan jumlah riil WNI yang akan diangkut. Diharapkan pesawat akan mengangkut sekitar 400 penumpang.

Tatang mengatakan dari sekitar 6.200 WNI di Mesir, tidak semuanya menginginkan kembali ke Tanah Air. Tatang mengakui ada beberapa warga Indonesia yang ingin tetap tinggal di Mesir. Sebagian besar dari mereka yang menolak dievakuasi adalah para pelajar yang studinya sudah hampir rampung. “Solusinya kami upayakan agar mereka dibawa ke tempat yang lebih aman.” Kata dia.

Evakuasi gelombang selanjutnya akan dilakukan dengan pesawat sewa dari Maskapai Batavia Air dan Lion Air dengan kapasitas sama yakni 400 orang. Sebelumnya, pesawat Garuda Indonesia sempat tertahan di Jeddah, Arab Saudi, yang berjarak sekitar dua sampai tiga jam perjalanan. Pesawat tertahan karena belum mendapat izin clearance pendaratan dari Kairo. Kemenlu melaporkan bahwa bandara Kairo sangat sibuk. Banyak pesawat-pesawat asing yang juga mendarat untuk melakukan evakuasi warganya.

Secara terpisah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar menegaskan, evakuasi pemulangan para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Mesir juga akan termasuk pesawat yang dikoordinasikan oleh Kemenlu. “Semua dikoordinir langsung “Kemenlu bahkan Presiden sudah menunjuk Pak Hasan Wirajuda untuk mengkoordir pelaksanaan evakuasi WNI dan TKI di Mesir,” kata Muhaimin.

Menurutnya, TKI yang bekerja di Mesir tidak mengkhawatirkan. Di samping jumlahnya sedikit, mereka juga sudah diamankan oleh kantor perwakilan pemerintah RI di Kairo. Namun demikian, Kemenakertrans berharap penyalur tenaga kerja tidak mengirim calon TKI ke Mesir, karena belum memiliki perjanjian kerja dan perlindungan yang lengkap. “Kita harapkan tidak usah mengirim TKI ke Mesir karena kita belum memiliki hubungan khusus dalam pertukaran migrasi tenaga kerja,” jelasnya.

Berdasarkan data KBRI Mesir di Kairo, jumlah WNI di Mesir per Desember 2010 sebanyak 6.149 orang. Dari Jumlah tersebut, sebanyak 4.297 adalah pelajar dan mahasiswa, 1.002 tenaga kerja wanita (TKW), 163 keluarga besar KBRI, 300 keluarga dari mahasiswa, 99 tenaga ahli, dan 50 tenaga kerja asing.

Kepala Divisi Direktorat Timur Tengah Kementerian Luar Negeri, Bambang Purwanto menambahkan, mahasiswa Indonesia di Mesir menolak dievakuasi ke Tanah Air. Padahal, kondisi politik di sana kian mencekam menyusul demonstrasi massa yang menuntut mundurnya Husni Mubarak dari kursi presiden. “Terutama mahasiswa yang berangkat dengan beasiswa,” ujar dia

Kemenlu menduga penolakan itu dikarenakan mahasiswa khawatir akan kehilangan beasiswa dan fasilitas pendidikan yang selama ini mereka telah terima. Selain itu, mereka juga khawatir tidak memiliki dana untuk kembali lagi ke Mesir kelak, bila kondisi sudah membaik. “Kami bisa memahami alasannya. Meski ada jaminan tidak DO (dropped out) dari kampusnya, tetapi mereka merasa berat di ongkos jika harus balik lagi ke Mesir,” ujar dia. Jumlah penerima beasiswa dari Indonesia di Mesir sekitar 200 orang per tahun.

TKI Terlantar di Kolong Jembatan

SBY bereaksi cepat mengirim pesawat untuk mengevakuasi warganegara Indonesia di Mesir. Ada masyarakat memuji, tapi ada yang mengritik karena mencederai rasa keadilan dan mencerminkan sikap reaktif mengejar popularitas semata.

“Sedangkan terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang sekian lama terlantar di kolong-kolong jembatan Saudi Arabia, pemerintah tidak melakukan hal yang sama,” kata Wakil Ketua DPD RI Ibu GKR Hemas, kemarin.
Pemerintah mestinya sadar bahwa TKI yang terlantar di Saudi Arabia adalah warganegara Indonesia yang sudah lebih lama terancam dan menderita dibanding WNI di Mesir saat ini. Apalagi, ratusan TKI yang terlantar di Saudi Arabia adalah orang-orang tak mampu, yang tidak mempunyai pilihan lain dan sudah sejak lama membutuhkan bantuan pemerintah.

“Sedangkan pada WNI di Mesir, yang sebagian bahkan tidak mau pulang, karena tidak merasa terancam dan mempunyai pilihan lain untuk tetap tinggal, pemerintah malah terlihat sangat bermurah hati,” ungkapnya.
Dia mengatakan, pemerintah tidak memiliki tekad murni melindungi kepentingan warganegaranya yang menderita di negeri orang.

“Meskipun profesi mereka hanya pembantu rumahtangga, pemerintah tidak diperkenankan membedakan warganegara berdasarkan status profesi dan sosialnya,” tuturnya.

Down With Mubarak

Dari Mesir dilaporkan, kondisi negara itu semakin mencekam. Militer berjaga-jaga di sekitar 200 ribu lebih warga Mesir berkumpul di pusat Kota Kairo di Tahrir Square, Selasa  (1/2). Demonstran yang jumlahnya lebih banyak dari aksi-aksi sebelumnya dan memadati Kairo, menyelenggarakan “March of Millions” menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak.

Pemerintah Mesir menaruh pasukan di lokasi-lokasi penting dan memutus layanan internet yang digunakan sebagai media pergerakan demonstrasi besar di Kairo, Alexandria dan kota-kota lain.
Seperti dikutip dari CNN, sebuah kelompok besar di Tahrir Square meneriakkan “Down With Mubarak!” sedangkan lainnya mendengarkan lagu-lagu patriotik.

Tapi, Mubarak tidak memberikan indikasi akan menyerahkan kekuasaan. Kemarin, Kementerian Dalam Negeri mengatakan, pihaknya merencanakan menutup jaringan telepon seluler dalam persiapan untuk demonstrasi hari ini. Bank dan sekolah juga ditutup, larangan keluar setelah pukul 3 petang waktu setempat mulai diberlakukan.
Sementara itu, situs Google mengumumkan telah mengoperasikan layanan khusus untuk memungkinkan orang-orang di Mesir mengirim pesan Twitter dengan menghubungi nomor telepon dan meninggalkan pesan suara yang kemudian diubah menjadi tweet secara otomatis.

Posisi Presiden Mesir Husni Mubarak sendiri saat ini makin goyang setelah pihak militer mendukung pergolakan yang dilakukan rakyat. Militer sendiri bahkan tidak memperlihatkan perlawan terhadap ratusan ribu Rakyat Mesir yang saat ini turun ke jalan.

Prajurit di Tahrir Square yang selama ini menjadi titik aksi protes rakyat, tampat terus berjaga-jaga. Mereka membuat barikade namun mereka sama sekali tidak mengganggu jalannya aksi protes, demikian dilansir Reuters, kemarin.

Tampak tank yang dicoret tulisan anti-Mubarak bersiaga, tetapi tidak menunjukan perlawanan terhadap aksi rakyat. Aksi protes kali ini juga dihiasi boneka replika Presiden Mubarak yang tampak digantung di beberapa lampu lalu lintas.

Memang aksi kali ini tampak lebih teratur karena sudah direncanakan sebelumnya. Para pengunjuk rasa sendiri berasal dari warga berbagai macam profesi mulai dari pengacara, mahasiswa beserta kalangan profesional dan buruh tampak memenuhi jalanan.

Tampak pria dan wanita saling berpegangan tangan selama aksi protes berlangsung. Aksi protes ini diperkirakan akan menjadi puncak aksi protes sebelumnya yang mendesak Presiden Husni Mubarak turun dari jabatan presiden yang sudah diembannya selama 30 tahun terakhir.

Ketegangan di Mesir ternyata makin mengganggu Israel. Bersamaan dengan demonstrasi di Kairo dan tempat lainnya yang mengancam rezim Hosni Mubarak, para pejabat Israel mengatakan bahwa negeri Zionis itu mengizinkan tentara Mesir untuk memindahkan dua batalion tentara ke Sinai.
Pemindahan ini untuk pertama kalinya sejak kedua negara tersebut menandatangani kesepakatan damai tiga dekade lalu.

Namun Israel khawatir gerilyawan Palestina akan mengambil keuntungan dari kerusuhan di Mesir untuk menyelundupkan senjata ke Jalur Gaza melalui terowongan di bawah perbatasan Mesir-Gaza.
Sementara itu, dikutip dari Globalpost, Presiden Israel Shimon Peres mengatakan bahwa Israel “selalu dan akan terus menghormati Presiden Mubarak.”

“Tidak semua yang dia lakukan adalah benar, tetapi ia melakukan satu hal yang membuat kita semua bersyukur. Ia penjaga perdamaian di Timur Tengah,” kata Peres pada acara penyambutan Duta Besar baru Costa Rica di Yerusalem.
Protes yang diawali ketidaksenangan rakyat terhadap korupsi, tindakan opresif pemerintah serta krisi ekonomi ini, dimulai delapan hari lalu.

Meski Presiden Mubarak menunjuk Omar Suleiman sebagai wakil presiden, tetap saja rakyat teguh dengan tuntutan mereka, yakni turunnya Mubarak dari kursi Presiden Mesir. .(zul/ald/afz/jpnn)


YM

 
PLN Bottom Bar