Baku Tembak dan Penjarahan Merajalela

11:27, 03/02/2011
Baku Tembak dan Penjarahan Merajalela
BENTROK: Foto kiri, massa pro-pemerintah pimpinan Presiden Hosni Mubarak (atas) bentrok dengan demonstran anti-pemerintah di Tahrir Square, kemarin. //REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

Suasana di Mesir chaos. Mulai tengah malam hingga menjelang subuh, pasukan keamanan dan massa pendemo baku tembak di kawasan pemukiman. Warga pun kini menjadi lebih resah. Selain membeludaknya demonstran yang tak jarang memunculkan aksi anarkistis, setiap malam warga diganggu kelompok-kelompok bersenjata yang menyatroni perumahan-perumahan. Berikut laporan wartawan kami Agus Mustofa langsung dari Kairo.

KAIRO-Sabtu sore lalu saya pulang ke apartemen, setelah berkeliling untuk melihat suasana kota sesudah puncak demo Jumat lalu di Maidan Tahrir, Kairo. Saya tidak tahu bahwa jam malam hari itu diajukan, dari mulai pukul 18.00 pada hari sebelumnya menjadi lebih sore. Yakni, pukul 16.00. Lebih awal dua jam. Esok harinya, jam malam itu berakhir pada pukul 08.00. Padahal, hari sebelumnya berakhir pukul 07.00. Perpanjangan jam malam tersebut menunjukkan bahwa suasana bertambah gawat. Saya baru tahu setelah mengalami peristiwa berikut.

Sore itu, saya sengaja keluar dari rumah lagi bersama tiga kawan mahasiswa Al Azhar, Yovi, Dadan, dan Habib. Kami hendak membeli kebutuhan sehari-hari yang kebetulan habis sambil mencari tas tambahan untuk persiapan pulang. Berangkat setelah asar, kami menemui jalanan mulai lengang. Tak ada angkutan kota yang beroperasi. Pun, orang berjalan kaki tidak banyak. Yang banyak bertebaran di sudut-sudut kota adalah pasukan keamanan berseragam doreng, yang selalu ditemani mobil panser atau tank.

Berkeliling ke pusat-pusat perbelanjaan, kami tidak menemukan toko buka. Padahal, kawasan Abbas El’Aqad itu relatif jauh dari pusat kota. Saya merasa aneh. Sebab, sehari sebelumnya, kawasan itu masih hidup. Tapi, sore itu, mereka seperti berlomba-lomba untuk segera menutup toko masing-masing. Bukan hanya pintu kacanya, melainkan komplet dengan rolling door besinya. Yang tidak punya rolling door menutupi toko dengan papan dan tripleks yang dipaku. Atau setidak-tidaknya, kaca toko dicat dengan kapur agar bagian dalam tidak kelihatan.Kami masih sempat menemui satu supermarket yang buka, Aulad Rogab. Pengunjung tempat itu bergegas-gegas karena disuruh keluar oleh karyawan dengan panik. Kami yang berusaha masuk untuk membeli kebutuhan ditolak mentah-mentah. Kata pegawainya, jam malam segera berlaku sore itu. Maju dua jam dari hari sebelumnya. Sebab, massa demonstran mulai merambah penjuru kota. Pun, di antara mereka, menyelinap sejumlah pelaku kriminal yang suka menjarah toko-toko.

Kami bergegas berlalu, berharap bisa menemukan toko lain yang masih buka. Bukan hanya yang menyediakan kebutuhan harian, melainkan juga yang menjual tas. Sebuah harapan yang terlalu muluk, sebenarnya. Sebab, jangankan toko tas, toko kelontong pun sudah tutup. Sebagian masyarakat sudah berduyun-duyun belanja pagi sampai siang untuk perbekalan selama beberapa hari. Maka, pupuslah harapan kami. Jam sudah menunjukkan pukul 16.30. Waktu magrib segera datang, yakni pukul 17.20.

Perkiraan kami, dalam waktu 50 menit ke depan, mestinya kami bisa sampai di apartemen yang tidak terlalu jauh dari kawasan pertokoan itu. Biasanya, kami hanya membutuhkan waktu sepuluh menit. Tetapi, kali ini perjalanan agak mencekam. Yovi yang waktu itu pegang kemudi tampak sangat grogi.

Jalanan kota sebenarnya agak lengang. Tetapi, beberapa mobil yang lewat selalu melintas dengan kecepatan tinggi dan tergesa-gesa. Sebagian di antara mereka menunjuk-nunjuk ke arah belakang, memberitahukan bahwa massa demonstran sedang long march sambil meneriakkan yel-yel dan mengacung-acungkan pentungan.

Kami pun berusaha mempercepat laju mobil dan mencari jalan tikus lewat perumahan-perumahan. Tetapi, justru di sinilah letak masalahnya. Ternyata, kawasan permukiman selalu dipasangi barikade dan dijaga warga. Mereka bersenjata apa saja. Mulai pentungan kayu, besi, parang, hingga pistol. Tak sedikit warga Mesir yang punya senjata api. Sebab, mereka memang diperbolehkan memilikinya dengan izin tertentu dari pemerintah.

Tetapi, kami tidak sendirian. Banyak pengemudi mobil yang mempunyai pikiran sama dengan kami. Yakni, menghindari jalan raya dan memilih melewati kawasan permukiman. Itu menimbulkan masalah baru. Setiap mobil diperiksa warga. Pun, yang melintas dengan cepat diteriaki atau malah dipukuli dengan kayu, bahkan besi. Di depan kami, terlihat bus pariwisata yang dihadang warga dan disuruh balik arah. Akibatnya, tentu saja jalanan sempit itu bertambah macet.

Berpacu dengan waktu, kami berbalik arah, memutuskan untuk memilih jalan raya saja. Kami memilih jalan memutar, melalui jalan-jalan kelas dua. Di angkasa, mulai terdengar suara helikopter yang berpatroli keliling kota. Jumlah tentara juga semakin banyak di sudut-sudut jalan. Kami diarahkan agar tidak berpapasan dengan massa demonstran. Lalu, persis waktu magrib, kami sampai di apartemen. Yovi tidak berani pulang ke apartemennya dan memutuskan untuk tidur di apartemen saya. Sedangkan Dadan dan Habib saya antar pulang.

Sesudah magrib, suasana semakin mencekam. Di luar apartemen, beberapa kali terlihat massa demonstran yang bergerombol-gerombol melakukan long march menuju pusat kota. Di sepanjang jalan, warga berbaris, membuat barikade untuk melindungi kawasan perumahan sambil siap dengan pentungan dan senjata-senjata lain. Sedikit saja ada ulah mencurigakan dari sebagian demonstran akan langsung direaksi oleh warga.

Semakin malam, semakin sering terdengar suara helikopter berlalu lalang di udara kota. Sedangkan jalanan depan rumah digunakan untuk lalu lalangnya mobil panser dan tank. Suasana kala itu mirip perang saja. Setelah mengikuti perkembangan situasi terakhir lewat sejumlah stasiun televisi, kami memutuskan untuk tidur saja.

Tapi, lewat tengah malam, kami terbangun oleh suara baku tembak di depan apartemen. Kami yang tinggal di lantai 5 mendengar suara tembakan yang sangat keras. Entah siapa yang memulai baku tembak tersebut. Yang jelas, dalam kejadian tersebut, beberapa orang tak dikenal melawan sejumlah pasukan keamanan yang berpatroli. Kami hanya berani mengintip dari sela-sela jendela.

Untung, tidak ada korban jiwa. Sebab, warga segera berhamburan untuk bersembunyi di balik tembok. Orang-orang tak dikenal itu melarikan diri, dikejar pasukan keamanan. Tidak hanya sekali baku tembak tersebut terjadi, melainkan beberapa kali sampai datangnya waktu subuh. Warga kawasan permukiman pun kini menjadi lebih resah. Penyebabnya, selain membeludaknya demonstran yang tak jarang memunculkan aksi anarkistis, setiap malam warga diganggu kelompok-kelompok bersenjata yang menyatroni perumahan-perumahan?! (*/c11/iro/jpnn)


YM

 
PLN Bottom Bar