Kesulitan Bahan, Diminati Remaja

10:43, 10/06/2010
Kesulitan Bahan, Diminati Remaja

Usaha Pembuatan Sepatu Lukis

Sudah menjadi kebiasaan bahwa lukisan identik dengan cat, kuas serta kanvas. Seiring berkembangnya zaman, sebuah lukisan tidak lagi di kanvas. Bisa juga di sepatu. Seperti apa?

Ari Sisworo, Medan

Khusus untuk sepatu lukis, sepatu yang digunakan adalah sepatu yang berbahan dari kain. Karena pada prinsipnya antara kanvas dengan kain tidak begitu jauh berbeda.

“Kanvas itu juga kain. Hanya saja berbeda dengan kain-kain yang dijadikan sebagai bahan dasar sebuah sepatu,” ujar Milia Fauzia, pembuat sepatu lukis dan juga pengusaha usaha kecil menengah (UKM) sepatu lukis di Jalan Danau Singkarak, Gang Madrasah No 22 B Medan.
Melukis dengan media yang lebih kecil dibutuhkann

ketelitian dan kejelian. Karena, jika asal saja menggoreskan kuas dan catnya, maka hasil yang diinginkan akan jauh berbeda dengan apa yang diinginkan.

“Dengan kanvas lebih mudah, karena media nya lebih besar. Untuk sepatu, harus lebih teliti lagi. Jika salah gores saja, hasilnya pasti jelek,” beber Lia, panggilan akrab Milia Fauzia.
Untuk peralatannya sendiri, tidak jauh berbeda dengan membuat lukisan di atas kanvas. Seperti cat, kuas dan tidak ketinggalan harus ada pensil. Karena pensil dipergunakan untuk membuat motif awalnya.
“Kalau alat tidak jauh berbeda dengan alat lukis untuk membuat lukisan di atas kanvas. Tetap saja menggunakan cat, kuas dan sebagainya. Khusus untuk membuat sepatu lukis, sangat diperlukan pensil sebagai alat dasar untuk membuat motif awal,” terang alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara angkatan 2001 tersebut.
Sementara untuk gambar, sepatu lukis lebih menjurus gambar-gambar animasi alias kartun. Itu pun karena sepatu lukis ini yang meminatinya banyak anak-anak remaja. Baik remaja putri maupun remaja putra.

“Penggemar sepatu lukis kebanyakan anak-anak usia sekolah SMP dan SMA. Anak-anak sekolah itu lebih memilih motif kartun animasi. Sebenarnya bisa juga motif lainnya seperti batik dan sebagainya. Hanya saja tergantung permintaan dari konsumen serta peminat,” ungkap ibu satu putri tersebut.

Di bengkel seni berukuran 3×7 meter tersebut, Lia bersama kedua karyawannya untuk per harinya mampu menghasilkan lebih dari 4 sampai enam pasang. Karena menurutnya, cepat atau lamanya pengerjaan sepatu lukis tergantung jenis gambar yang akan dibuat. Jika jenis gambarnya sedikit lebih rumit, untuk satu orang karyawan paling bisa melukis satu asang sepatu saja.
“Kalau motifnya gampang serta warnanya tidak terlalu banyak, satu hari bisa dua pasang. Tapi kalau sedikit ribet, paling-paling satu hari hanya satu pasang saja,” ucap perempuan berusia 31 tahun tersebut.

Untuk harga, terbilang sangat murah. Karena satu pasang sepatu yang telah siap dilukis hanya dipatok dengan harga Rp120 ribu. “Kalau sepatunya dari orangnya sendiri, biaya lukisnya hanya Rp75 ribu. Tapi jika pembeli langsung membeli, harganya Rp120 ribu,” paparnya.
Dalam perjalanannya sebagai pembuat sepatu lukis dalam kurun waktu 7 bulan ini terhitung dari Desember 2009 lalu, Lia telah dipercaya banyak orang untuk memasok sepatu-sepatu lukis yang akan dijual kembali di pasaran Kota Medan.

“Selama ini banyak diambil oleh pedagang-pedagang yang berjualan di Pajak USU, di seputaran kampus UISU, UMSU, Jalan Dr Mansyur dan banyak lagi. Banyak juga orang-orang yang datang langsung datang ke bengkel seni kami, untuk memborong sepetu lukis yang sudah dibuat,” tambahnya.

Untuk per pekan, Lia mampu menjual sebanyak 10 sampai 20 pasang sepatu lukis. Lain lagi jika ada pembeli dadakan. “Kalau lagi banyak yang beli seminggu bisa 10-20 pasang, karena langganan biasanya ngorder dulu permintaan mereka. Itu sewaktu lagi banyak pesanan. Kadang juga sangat sepi, bisa satu minggu hanya terjual 2 pasang saja,” ungkapnya.

Selama perjalanannya, Lia mengakui banyak kendala yang dihadapi. Misalnya ketiadaan atau keterbatasan bahan sepatu yang akan dilukis, begitu juga dengan catnya yang secara otomatis menghambat kinerja selama ini.

“Pernah sekali waktu membeli bahan sepatu dari Bogor dan Bandung, tapi biayanya sangat mahal. Belum lagi harga belinya yang  mahal ditambah lagi ongkos kirimnya. Akhirnya tidak lagi membeli dari luar kota, walaupun kualitas sepatunya memang bagus,” katanya.

Walaupun demikian, Lia tetap bersemangat untuk terus memajukan usaha pembuatan sepatu lukisnya tersebut. dalam jangka waktu dekat, Lia sudah berencana untuk pindah dari bengkel seninya ke galeri seni yang saat ini dalam masa pembuatan.

“Di bengkel ini bisa dibilang sangat sempit, karena selain sepatu lukis ada lagi kerajinan-kerajinan tangan yang diproduksi. Ada kerajinan tangan berbahan dasar dari goni, banyak juga yang lainnya. Tidak ketinggalan pula, ada pembuatan baju lukis. Dengan banyaknya kerajinan tangan yang akan dikerjakan, layaklah jika pindah ke tempat yang lebih besar lagi agar lebih efektif dan efisien kerjanya,” katanya. (*)

[ketgambar]SEPATU LUKIS: Karuawan pembuat sepatu lukis sedang melukis sepatu.//ari/sumut pos[/ketgambar]


YM

Comments (1)

  1. dika penyu says:

    ada lgi gak lowongan tuk pelukis

 
PLN Bottom Bar