Didik Anak Sejak Dalam Kandungan

10:24, 27/06/2010
Didik Anak Sejak Dalam Kandungan
TERSENYUM: Hj Eti Rahmawaty Sofyan Raz, Ketua Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah, tersenyum manis.

Anak adalah amanah yang harus didik dengan penuh kesabaran, keiklasan, dan tanggung jawab. Mendidik dan membesarkan anak dengan baik tidaklah mudah. Karenanya, mendidik anak itu dimulai sejak masih dalam kandungan.

Begitulah kata Hj Eti Rahmawaty Sofyan Raz, Ketua Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah di Jalan Setia Budi Medan. Wanita kelahiran 9 Mei 1956 ini menilai, mendidik anak untuk bisa menjadi anak yang baik dan bermoral, harus dilakukan pada saat dalam kandungan.

“Contoh kecilnya, saat mengandung si ibu harus makan makanan yang halal atau bukan makanan hasil uang curian seperti uang korupsi, uang hasil judi atau uang yang tidak benar lainnya,” kata istri dari Drs Sofyan Raz Ak MM, seorang pejabat di PTPN 2 dan juga pengusaha ini.

Kemudian, sambung wanita yang berhasil mendirikan sekolah Islam bertaraf Internasional ini, pada tahap menyusui, si ibu juga harus mengkomsumsi makanan yang sehat dan halal agar air susu yang dihasilkan menjadi darah daging yang sempurna.

Pada tahap anak sudah mulai tumbuh balita/pra sekolah, si ibu sudah mulai memberikan didikan agama walaupun cara pengajarannya tidak serius. “Cara mendidik agamanya dilakukan sambil bermain, beryanyi sambil menghafalkan ayat-ayat agama yang dianut,” bilangnya.
Nah, pada tahap anak memasuki sekolah dasar, kata wanita yang hobi menanam bunga ini, anak harus benar-benar dituntun dan diajarkan moralnya semaksimal mungkin karena memasuki masa SD, anak masih sangat polos dan sifatnya peniru.

“Di sinilah masa anak mengikuti dan mencontoh orangtuanya. Masa inilah titik awal anak berangkat untuk menjadi ‘hitam’ atau ‘putih’,” tutur dia.
Saat anak tumbuh menjadi anak remaja, sambungnya, peran orang tua harus lebih aktif lagi. Orangtua harus pandai mengelola waktu, sehingga bisa mendampingi pertumbuhan remaja anaknya.

Apalagi, kata dia, setiap orangtua menghendaki anaknya berperilaku baik seperti sopan, berdisiplin, taat beribadah, dan taat kepada kedua orangtuanya. “Tapi, anak usia remaja sering menghadapi masalah delematis. Di satu sisi orangtua menghendaki mereka berbuat baik tetapi di sisi lain orangtua tidak memberikan contoh pada anak-anaknya. Itu sama saja bohong,” tuturnya.
Akibatnya, kata Ety, apa yang diinginkan orangtua agar anaknya berperilaku baik tidak terwujud, malah perilaku yang muncul dari anak justru sebaliknya.

“Contohnya gini, kalau kita menuangkan susu ke dalam teko/ceret lalu dari ceret/teko dituangkan ke gelas, maka yang muncul di gelas pastinya susu juga, bukan air kopi. Artinya, semua didikan itu tergantung asal muasalnya yakni orangtua. Apa yang sering dilakukan orangtua biasanya itu juga yang dilakukan anak,” tambah dia.

Tapi, kata Eti Rahmawaty, bila orangtua sudah mendidik anaknya dengan benar tetapi anaknya justru salah langkah, hendaknya orangtua tidak menyalahkan anaknya. Tapi, itu adalah kesalahan orangtuanya sendiri. “Berarti ada ‘sesuatu’ dari orangtua yang membuat anaknya salah langkah. Sesuatu itu banyak penyebabnya. Mungkin karena orangtuanya lalai, kurang komunikasi atau lainnya. Ibarat padi, tak semua tumbuh subur, pasti ada salah satu buah padi yang busuk,” tutur wanita penyuka makanan manis ini.

Ia sendiri mengakui, mendidik anak di era zaman modern ini sangat serba salah. Sebab, cara mendidiknya tentu berbeda dengan zaman dulu. Di zaman sekarang ini tantangannya lebih besar karena zaman serba canggih dan banyak pengaruh negatif yang bisa mempengaruhi kepribadian anak. “Coba lihat sekarang, banyak remaja mati sia-sia karena narkoba atau banyak anak remaja yang cepat tumbuh dewasa karena pengaruh sinetron, belum lagi pengaruh internet membuat anak malas belajar dan beribadah karena lebih suka bemain facebook atau game online,” ujarnya.
Maka dari itu, menurutnya, mendidik anak di zaman moderen ini harus dengan memberikan wawasan dan pondasi agama yang kuat.

“Orangtua juga jangan ego selalu merasa dirinya benar, sedangkan pendapat anak diposisikan salah bahkan ada orangtua yang tidak mau sedikitpun mendengarkan apa yang ingin disampaikan anak. Akibatnya anak menarik diri dan memilih lebih dekat kepada teman hingga akhirnya anak bisa menjadi sesat. Ortu harus mau menjadi pendengar yang baik untuk anaknya,” paparnya.
Apa yang dikatakan Eti Rahmawaty bukanlah kata-kata kosong belaka. Sebab, dirinya mampu mengantarkan keempat anaknya menjadi anak yang berhasil.

Anak pertamanya, Rizky F Raz saat ini tengah menyelesaikan pendidikan S2 Psikologi USU.
Anak keduanya, Arisyi F Raz telah menamatkan pendidikan S1 di Jepang dan akan melanjutkan S2. Anak ketiganya, Hizrian F Raz baru menyelesaikan S1 di UI dan akan melanjutkan S2 ke Australia. Sedangkan si bungsu, Hasfi F Raz, masih tercatat mahasiswa kedokteran USU.

“Sesibuk apapun saya, saya lebih mengutamakan keluarga karena pada dasarnya saya ibu rumah tangga. Tugas saya mendidik anak sampai berhasil meraih cita-citanya,” pungkas wanita yang mendapat Museum Rekor Indonesia (MURI) atas berdirinya Galeri Raz miliknya dan suami. (ila)

—-

Mendidik Anak ala Positive Parenting

Tidakkah Anda akan merasa lebih baik ketika orang yang otoritasnya lebih tinggi dari Anda, misal, orangtua atau bos bisa berbicara dengan nada yang nyaman? Begitu pun yang dirasa oleh anak Anda. Dr Adriana S Ginanjar, Koordinator Klinik Terpadu Fakultas Psikolog Universitas Indonesia mengatakan, positive parenting, yakni pola pengasuhan anak yang menekankan pada sikap positif.
Cara positive parenting menurut dr Adriana adalah:

  1. Mengenali Perkembangan Anak
    Kenali kemampuan anak, baik kemampuan kognitif, keterampilan fisik, perkembangan emosi, caranya berinteraksi dengan orang lain, juga masalah-masalah khusus yang dihadapinya.
  2. Meluangkan Waktu Berkualitas
    Sediakan waktu khusus untik  anak dan berikan perhatian penuh.
  3. Memberi Dukungan dan Pujian
    Kenali karakter anak, hal ini sangat penting, pada saat ingin menyampaikan pujian pada anak pun amat perlu untuk menyesuaikan cara Anda dengan karakternya. Ada anak yang suka dipuji langsung, tapi tidak di hadapan banyak orang, dan sebaliknya.
  4. Menjadi Model yang Baik
    Ketika Anda ingin anak bisa berlaku sesuai yang diinginkan, sebaiknya Anda tidak hanya bicara tetapi mencontohkan dengan tingkah laku.
  5. Memberikan Konsekuensi Logis
    Dr Adriana menyarankan agar Anda tidak terlalu mengekang anak. Ketika Anda sudah memberitahukan konsekuensi dari tindakan-tindakan tertentu dan ia tetap melakukan tindakan tersebut, asalkan masih dalam batas yang aman, biarkan ia merasakan konsekuensi tersebut.
  6. Fokus Pada Tingkah Laku Positif
    Jangan hanya melarang. Berikan pujian atau reward atas tindakan-tindakan positif yang baik dari si kecil. Saat akan memberikan reward, pastikan dalam bentuk yang tepat dan benar-benar disukai si kecil.
  7. Bersikap Tegas
    Terapkan aturan secara konsisten. Tegurlah anak jika ia berbuat salah dan itu merupakan hal aturan yang sudah disepakati. Jangan lupa untuk bersikap adil pada semua anggota keluarga.
  8. Tanamkan Nilai-nilai
    Ajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan, seperti sopan santun, tolong-menolong, berbagi, saling mengasihi, dan toleransi. Caranya? Berikan contoh konkret dengan menjadi model. Cara lainnya bisa juga dengan pergi menjalankan ritual agama bersama keluarga.
  9. Lakukan Diskusi dan Negosiasi
    Diskusi dan negosiasi adalah hal yang wajar dilakukan. Saat seperti ini, penting untuk menghargai pendapat anak dan fleksibel dalam menerapkan aturan. Dengarkan pendapat si anak dan mencoba mencari pemecahan permasalahan bersama. Ajar anak untuk bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Untuk anak yang sudah besar, bicarakan konsekuensi jika ada negosiasi seputar aturan.
  10. Ciptakan Komunikasi Efektif
    Yang namanya komunikasi efektif dengan lawan bicara, butuh kesepakatan. Dalam hubungan personal, tentu komunikasi akan lebih efektif jika terjadi dalam dua arah. Selain Anda harus bisa menyampaikan pesan dengan jelas dan berharap ia bisa mengerti, Anda juga harus bisa mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati adalah berusaha menangkap apa yang dirasakan oleh si anak, dengan tidak emosi, fokus dan konsentrasi kepadanya, tidak terbagi dengan hal-hal lain.
  11. Disiplin Jelas & Konsisten
    Ketika membuat aturan di dalam keluarga, pastikan aturannya cukup jelas dan fleksibel, juga terdapat kesepakatan di antara keluarga. Jika orangtua ada ketidaksepakatan, pastikan tidak bertengkar di depan anak. Jika ada konsekuensi, beritahukan dan sepakai sejak awal. Hal-hal semacam ini akan membantu mendorong anak untuk mandiri. (net/jpnn)

YM

Comments (1)

  1. says:

    didik anak sejak dalam kandungan..

 
PLN Bottom Bar