Penggunaan Alat Kontrasepsi Bukan Tanggungjawab Istri Saja
11:41, 19/09/2010Siapa yang harus menggunakan alat kontrasepsi, suami atau istri? Pertanyaan ini tidak bisa selesai dengan jawaban sederhana karena masalahnya memang kompleks.
Begitulah kata Anthony Ssos, Kasi Advokasi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)/Humas Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumut. Menurutnya, konsekuensi pertanyaan itu terkait dengan banyak hal, dari kesehatan organ reproduksi, budaya setempat, hingga kondisi psikologis. “Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan alat KB. Namun penggunaan kontrasepsi pada hakikatnya tidak hanya membatasi jumlah anak, karena juga mempertaruhkan kualitas kehidupan keluarga pemakainya,” ujarnya.
Gender terjadi, kata dia, karena keterbatasan pengetahuan suami akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesehatan dan keadilan gender. Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat memberikan dampak negatif bagi kaum perempuan, khususnya istri. Sebab, dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum wanita yang selalu berperan aktif.
Selain itu, kata dia, rendahnya minat suami ber-KB karena di masyarakat masih ada pandangan negatif yang muncul terhadap pria ber-KB dengan mengangap menjadi pengebirian atau mempengaruhi kenikmatan berhubungan dan anggapan sulit untuk ereksi.
“Emansipasi perempuan menuntut kesamaan hak dengan pria. Jadi dalam hal ini istri tidak hanya dijadikan sebagai alat ‘pembuat anak dan budak untuk mengurus anak serta seluruh keluarga. Karena itu perlu sekali kesetaraan dalam kesehatan reproduksi. Kaum pria harusnya tidak hanya menjadi penonton dan harus ikut andil ber-KB. Jadi ber-KB bukan tanggung jawab istri lagi, tapi suami,” tuturnya.
Dia tidak memungkiri kalau suami sangat egois dan tak mau ikut ber-KB. Padahal, seharusnya yang paling bertanggungjawab untuk mengatur anak bukan tugas istri, tapi suami. “Yang punya bibit anak itu adalah pria atau suami. Sedangkan yang punya tempat atau indung teluar adalah wanita atau istri. Nah, seharusnya yang punya bibit anak itulah yang mencegah bibitnya jika tidak ingin punya anak dengan cara ber-KB. Bukan tugas istri,” tambahnya.
Kenyataannya, jumlah secara nasional, jumlah suami yang ikut KB hanya 7 persen. Jumlah ini sangat sedikit dibanding peserta KB pria di lur negeri. Contohnya saja di Jepang, jumlah pria yang ikut ber-KB sebanyak 68 persen.
Sedangkan jumlah perempuan (istri) yang ikut ber-KB pada Juli 2010 di Sumut, tetap bertambah. Misalnya, KB dengan IUD (Intra Uterine Device) pencapaiannya sebanyak 11.464 dari jumlah Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) sebesar 20 ribu.
Untuk KB dengan inplan pencapaiannya sebanyak 15.362 dari PPM sebanyak 23.500. Untuk KB suntik pencapaiannya sebanyak 57.924 dari PPM sebanyak 90.132. Sedangkan KB pil pencapaiannya sebanyak 56.559 dari PPM sebanyak 90.132. Untuk KB dengan cra MOP pencapaiannya sebanyak 796 dari PPM 2.000 dan KB cara MOW pencapaiannya sebanyak 5.130 dri PPM 9.000. Dari jumlah tersebut, pencapaian Peserta Baru (PB) KB wanita di Sumut pencapaiannya sebanyak 146.439 atau 51,53 persen dari PPM sebanyak 284.192.
Anthony memaparkan, program keluarga berencana, adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan suami-istri dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi serta lainnya.
Salah satu usaha dari program KB adalah penjarangan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi yaitu suatu alat yang digunakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Pada umumnya metode kontrasepsi terdiri dari metode sedarhana, metode efektif dan metode kontrasepsi mantap.
Pada metode sederhana antara lain terdiri dari senggama terputus, pantang berkala, kondom, diafragma, cream atau jelly, dan cairan berbusa, metode efektif cotohnya yaitu pil KB, Intra Uterine Device (IUD), suntik dan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK).
Sedangkan metode kontrasepsi mantap yaitu dengan cara operasi yang terdiri dari metode operasi pria dan metode operasi pada wanita yaitu tubektomi untuk wanita, vasektomi untuk pria.
“Pemahaman sepotong-sepotong tentang kontrasepsi adakalanya memancing perdebatan. Bila kedua belah pihak merasa tidak punya informasi yang lengkap tentang pilihan alat kontrasepsi, sebaiknya berkonsultasi dulu sebelum memasang alat KB. Dalam hal ini dokter kandungan atau bidan agar tidak ada keluhan atau reaksi saat ber-KB,” pungkasnya. (ila)