Urgensitas Perubahan Paradigma Pembelajaran

10:23, 19/01/2011

Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan melaksanakan substansi kurikulum suatu lembaga pendidikan agar dapat mempengaruhi para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Esensi pendidikan  adalah mengantarkan para siswa menuju pada perubahan – perubahan intelektual, moral, sosial, tingkah laku, agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial.Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa berinteraksi dengan lingkungan belajarnya yang diatur oleh guru melalui komponen – komponen pembelajaran atau metodologi pembelajaran. Karena metodologi pembelajaran menentukan ketercapaian tujuan pembelajaran.
Metode komunikasi satu arah ( one way traffic comunication ),ceramah, ekspositori  adalah metode keterandalan yang masih diterapkan sebagian besar guru pada proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran seperti ini, guru lebih berperan atau bertindak sebagai pemberi ilmu pengetahuan, sedangkan siswa dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Murid masih diperlakukan sebagai objek semata dan dipandang sebagai manusia bodoh. Cara konvensional ini sudah menjadi tradisi sehingga dalam prakteknya anak cepat bosan, monoton, dan kurang memberikan stimulus dalam pengembangan dan pembentukan kreativitas.

Realitanya di lapangan masih banyak guru yang enggan untuk berpaling dari metode konvensional ini. Masih tenggelam dalam rutinitas mengajar yang didasarkan atas pengalaman dan kebiasaan, tanpa mengetahui  betapa kompleks sebenarnya proses mengajar itu. Tentu dengan latar belakang alasan masing – masing guru mengapa tetap setia memakai metode ini. Barangkali metode ini bagi sebagian guru sudah mendarah daging, lebih santai, berwibawa, belum saatnya siswa itu sebagai mitra, guru masih satu – satunya sumber dan pusat  pembelajaran ( teacher centre), tidak mau bersusah payah, guru masih satu – satunya pemegang otoritas kelas.Tentu semua dalih itu sah – sah saja, sedikit banyaknya siswa masih ada juga yang berhasil dengan metode itu tetapi tidak maksimal dan signifikan.
Terindikasi bahwa kualitas pendidikan kita menurut laporan yang dipublikasikan oleh The Poor Political and Economic Risk Consultansi ( PERC ) 2005, yang berkedudukan di Hongkong bahwa sistem  pendidikan Indonesia berada di urutan ke- 12 dari 12 negara yang diteliti. Dari 17 variabel yang diteliti, salah satu faktor utama penyebab rendah kualitas pendidikan di Indonesia kausalitasnya adalah” sistem pembelajaran yang digunakan bersifat klasikal   (konvensional ).”

Bercermin dari kondisi pendidikan yang memperihatinkan ini, tanggung jawab penuh bukan hanya di pundak pemerintah saja, insan pendidik, stakeholder,  tetapi seluruh elemen bangsa punya tanggung jawab moral, secara khusus guru. Guru sebagai garda terdepan punya tanggung jawab besar untuk mengkondisikan pendidikan lebih baik.
Di sisi lain eksistensi pemerintah dalam wujud strategi, metode, usaha, terobosan – terobosan dan  inovasi – inovasi telah melakukan banyak hal untuk mengatasi carut marutnya pendidikan kita, khususnya solusi untuk menghasilkan out put ( out comes ) yang terbaik dari setiap lembaga pendidikan. Mis. membentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) yang berorientasi bahwa siswa dituntut untuk memiliki kompetensi (life skill ), membuat pemetaan, mengadakan pelatihan bagi tenaga edukatif, mengikuti seminar dll. (bersambung)

Maka, untuk memenuhi tuntutan pendidikan masa depan dan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi itu, konsep mendasar bahwa secara totalitas paradigma pembelajaran guru harus diubah.Guru harus mereformasi metode pembelajaranya dengan tepat, menarik, adaptif. Dari klasikal menjadi up to date. Darling Hammond dan Bransford (Ed) (2005 : 394) menyatakan bahwa minimal ada tiga elemen penting dalam desain program pendidikan guru yang harus diperbaiki, (1) konten pendidikan guru, (2) proses pembelajaran, (3) konteks pembelajaran. Paradigma pembelajaran harus difokuskan pada pemupukan potensi unggul setiap siswa. Pembelajaran berkonsep siswa harus diberi peran aktif dan dijadikan mitra dalam menyerap ilmu.     Menurut Jarome.S.Brumer ( 2005 ) Resources Based Learnig, “proses belajar yang langsung menghadapkan murid dengan sumber belajar, mengusahakan partisipasi aktif dari pihak murid, lebih menunjang murid untuk membangun pemahaman sendiri.” Pengetahuan yang sudah jadi dan tinggal ditransfer dari guru kepada siswa harus diubah bahwa pengetahuan itu hasil dari proses belajar yang dilakukan siswa  Syawal Gultom ( 2010 ). Siswa tidak perlu lagi menjadi pengingat fakta dan prinsip tetapi akan berperan sebagai periset dan pembuat strategi, artinya dalam proses pembelajaran siswa merupakan pusat pembelajaran ( student centre ), membangun dugaan – dugaan ( hipotesis ), memberikan inisiatif dan otonomi pada siswa.

Sisi penting lainya bahwa proses pembelajaran hendaknya mengandung keterkaitan (relevansi) dengan bekal pengetahuan (perequisite knowledge) yang telah ada pada siswa. Siswa harus dapat menghubungkan apa yang telah mereka pelajari dengan cara memanfaatkan pengetahuan tersebut di kemudiaan hari. Siswa akan mencari dan mencoba menemukan kasus – kasus yang terjadi.

Harapan ini lah yang tentunya harus digapai  dengan melakukan urgensitas perubahan paradigma pengajaran baik di lingkungan formal maupun non formal. Berinovasi  melakukan pengajaran. Misalnya dengan menggunakan konsep pembelajaran kontekstual (contexstual teaching and learning) = CTL.Teori pembelajaran ini menekankan pada multiaspek lingkungan belajar. Menurut,Zahorik,1995;14 – 22 (dirjen pendasmen.2007) proses pembelajaran kontekstual ini memiliki 7 (tujuh)  komponen pendekatan yaitu; masyarakat belajar (learning komuniti), permodelan (modeling), menemukan (inquiri), bertanya (questening), kontruktivisme (contruktivisme), refleksi (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Alternatif lain mis. Pembelajaran dengan menggunakan media, audio, video, slide, film, proyeksi, lingkungan pasar, toko, hutan dll. Adapun prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual ini adalah relevansi, pengalaman langsung, aplikasi, kerja sama,dan alih pengetahuan.

Guru yang berperan sebagai pengajar harus berubah menjadi seorang fasilitator,mediator, motivator, pendukung ( supporter ), berpikir terbuka ( open minded ), dan pembimbing ( guide ). Merencanakan pembelajaran, memberikan arahan – arahan untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran, mengakomodasikan segala cara untuk mencapai efektivitas pembelajaran Menyediakan kegiatan – kegiatan yang merangsang keingintahuan, membantu mengekpresikan gagasan – gagasannya, dan menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara kreatif dan produktif.

Untuk itu, penulis berharap banyak pada rekan guru untuk segera mengaplikasikan,  menerapkan metode yang berorientasi siswa sebagai pusat pembelajaran secara optimal dan maksimal,untuk menciptakan lulusan yang andal dan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan masyarakat, dunia kerja dan professionalisme. Penulis berkeyakinan bahwa mengubah paradigma pembelajaran dari klasikal menjadi siswa sebagai agen pembelajaran yang aktif akan memberikan akses untuk menjawab banyaknya persoalan yang mengitari dunia pendidikan kita. Kongkretnya untuk menciptakan anak bangsa yang berwawasan luas dan visioner.Hal ini patut kita renungkan bersama untuk segera memperbaikinya, siapa lagi yang peduli akan pendidikan ini kalau tidak kita.Karena itu, sebagai guru harus pandai – pandai berinovasi menyikapi segala realitas yang dijumpai dalam proses belajar mengajar.Selamat mencoba.

Bahtiar Damanik MPd
Pengajar di SMP N 2 Pegajahan
Serdang Bedagai


YM

 
PLN Bottom Bar