Guruku Sayang, Guruku Mantap

09:19, 26/11/2009

Kita sering lupa bahwa kita dapat membaca dan menulis karena jasa guru yang tak ternilai harganya dalam kehidupan ini.”

Selama ini, ada anggapan rendahnya mutu pendidikan berkaitan dengan rendahnya kualitas guru. Di tengah-tengah masyarakat berkembang anggapan bahwa mereka  yang mengabdikan diri menjadi guru adalah semacam pelarian profesi.  

Ketika tidak sanggup lagi bersaing pada jalur profesi “basah”, maka tidak ada lagi pilihan lain menjadi gurupun jadilah. Pandangan seperti itu diperparah tidak adanya kemauan baik (good will) dari pengambil keputusan yang memihak kepada guru. Kebijakan yang muncul adalah kebijakan yang sporadis, atau tambal sulam bahkan cenderung mengabaikan nasib guru.

Kita sering lupa bahwa kita dapat membaca dan menulis adalah sumbangan tak ternilai harganya dalam kehidupan ini. Si Polan dapat membaca dan menulis, menjadi jenderal dan sebagainya itu adalah diawali dari karya luhur seorang guru.
Tidak menutup mata bahwa di sana sini ada guru yang berbuat tidak semestinya. Di media  massa sering kali kita membaca adanya guru yang melakukan tindakan tidak terpuji misalnya berbuat cabul pada muridnya, melakukan tindakan kekerasan atau menjadi pengedar narkoba dan beberapa tingkah laku buruk lainnya. Hal itu juga berimplikasi buruk pada citra guru yang sedang berjuang mempertahankan nilai-nilai positif keguruannya.

Juga pekerjaan lain yang mungkin kurang sesuai dengan profesi guru demi untuk menopang kehidupannya. Ada guru sambil nyambi, menjadi tukang ojek, pengumpul barang bekas dan lain-lain. Alasan klasik yang sering kita dengar adalah penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan. sehingga sering kita melihat seorang guru mengabaikan profesinya yang mulia sebagai guru demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang guru dan Dosen, adalah salah satu upaya perbaikan nasib guru. Profesi guru dan dosen menjadi satu profesi yang dilindungi secara hukum, dan menjadi salah satu bentuk penghargaanbagi guru dalam menjalankan tugasnya. Konsekuensi dari Undang-Undang tersebut adalah terbitnya Permendiknas No 18 Tahun 2007. Setiap Guru harus disertifikasi. Satu pekerjaan raksasa yang sedang dilakukan pemerintah saat ini adalah upaya pemerintah menepatkan profesi guru pada posisi  yang benar dengan sertifikasi, walau terkesan terlambat, tetapi pantas disyukuri.

Dengan perkiraan jumlah guru sekitar 2,7 juta orang maka pekerjaan itu harus dilaksanakan secara bertahap. Dimulai tahun 2007 dengan jumlah kuota Guru 200.450 orang serta lulus sertifikasi 182.640 orang (91,11 persen) hingga tahun 2008 dengan kuota 200.000 orang dan lulus 178.161 orang dan untuk tahun 2009 masih dalam proses. Saat ini pelaksanaan sertifikasi sudah berlangsung 3 tahun dan akan diselesaikan tahun 2014.
Setiap guru yang sudah disertifikasi serta dinyatakan lulus, akan mendapat tunjangan penghasilan sebesar satu bulan gaji. Dengan tambahan penghasilan satu bulan gaji, guru sangat antusias mengikuti uji sertifikasi. Bahkan di Medan ada yang membeli mobil setelah dapat uang sertifikasi. (*)

Oleh: Sairin Pardosi, SPd
Guru SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan


YM

Kata kunci pencarian berita ini:

 
PLN Bottom Bar