Wariskan Tradisi Imlek kepada Keturunannya

09:49, 27/01/2010

Berkunjung ke Istana Tjong A Fie, Tokoh Asimilasi Tiongkok-Pribumi (2)

Imlek tahun ini bertepatan dengan bulan meninggalnya Tjong A Fie di bulan Februari. Hal ini mengingatkan kenangan bagaimana tradisi Tjong A Fie melaksanakan ritual dan merayakan Imlek bersama keluarga besarnya. Seperti apa?

JULIKA HASANAH- Medan

Untuk mencapai ruangan-ruangan di lantai dua, Fahrizal membimbing wartawan koran ini melalui anak-anak tangga kayu. Di lantai ini, jendela berukuran besar dengan jumlah banyak langsung menyita perhatian. Menurut Fahrizal, ruangan di lantai dua sengaja didesain demikian karena zaman dulu belum ada kipas angin atau AC.

Di lantai dua, ada ruangan yang sering digunakan untuk menjamu tamu-tamu Eropa. Ruangannya sengaja dibuat luas, untuk melakukan dansa bersama pada masa itu. Satu ruangan lagi adalah Kuil Dewa Kwan Te Kong, yang sering digunakan untuk bersembahyang keluarga besar Tjong A Fie. Selain itu juga sering digunakan dalam sebuah pertemuan bisnis, karena terdapat satu set meja pertemuan.

“Dan untuk perayaan imlek, Tjong A Fie dan keluarga memiliki tradisi sendiri yang dilakukan,” kata Fon yang membantu Fahrizal memberi penjelasan. Dalam pelaksanaan imlek sendiri Tjong A Fie mewariskan tradisi yang dilakukan oleh seluruh keluarga besarnya hingga kini. “Dari tahun ketahun tradisi itu tetap dilaksanakan, sama seperti pada saat masa adanya Tjong A Fie,” bilang Fonn

Traidisi yang kerap dilakukan adalah mulai dari malam imlek, dimana seluruh keluarga mengadakan ritual-ritual keagamaan dan kekeluargaan secara bersama. Mulai dari sembahyang bersama, hingga makan malam, yang harus dihadiri seluruh anggota keluarga. Dan pada malam itu, diwajibkan seluruh keluarga untuk saling menghormati dan memohon maaf antar sesama. Kemudian pada hari imleknya sendiri, rumah Tjong A Fie terbuka untuk umum yang ingin melakukan silaturahmi, mulai dari keluarga hingga masyarakat.

Pada perayaan imlek tahun ini, bertepatan dengan bulan dimana Tjong A Fie wafat, yaitu bulan Februari. Berkaitan dengan itu, pihak dari The Tjong A Fie Memorial Institute yang akan bekerjasama dengan Badan Warisan Sumatera Utara, Dinas Pariwisata, dan Pemerintah Kota, ingin mengadakan satu acara untuk menyatukan kedua perayaan tersebut. Dengan mengambil konsep festival budaya, selain untuk mengingat wafatnya Tjong A Fie. Juga untuk mengingat masa-masa pada masa Tjong A Fie, yang semua masyarakat dari segala etnis dan budaya dapat disatukan dalam satu perayaan.

“Jadi kita ingin mengajak semua elemen mayarakat agar berpartisipasi agar terselenggaranya kegiatan ini, partisipasi moral dan materil kami nantikan. Dalam acara ini, harapannya semua identitas kebudayaan yang ada di Indonesia, khususnya Medan bisa ditampilkan. Dan semoga semua instansi yang kita ajak bekerjasama mau melancarkan jalannya niatan kita ini, mengingat pada masa Tjong A Fie dahulu semua perayaan dari masing-masing kebudayaan dan agama yang ada dirayakan secara bersama. Tanpa menghilangkan kepercayaan dari masing-masing agama, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi semua dilakukan seperti perayaan nasional, selain ada juga perayaan tersendiri dari masing-masing kebudayaan dan agama tersebut,” tambah Fon.

Kini rumahnya menjadi museum, yang bisa dikunjungi kapan saja oleh masyarakat Kota Medan, dan wisatawan. Museum ini, juga terbuka untuk umum, tidak hanya kelompok warga Tionghoa saja yang bisa mengunjunginya. Museum ini buka pada setiap harinya, mulai pukul 09.00 WIB hingga 17.00 WIB. Dengan harga tiket masuk Rp35 ribu. (*/habis)

tjong-a-fie-wew

[ketgambar]BERCERITA: Fon Prawira bercerita bersama pengunjung dari TK Twinkle Land, belum lama ini. // sazaly/sumut pos[/ketgambar]


YM

Kata kunci pencarian berita ini:

 
PLN Bottom Bar