Rumah dan Cafe Buku
10:13, 25/01/2011Sahabat Buku
Gerakan gemar membaca yang dulunya gencar diserukan pemerintah tetap sepi tanggapan. Bagaimana tidak, carut marutnya perekonomian membuat harga buku semakin jauh dari jangkauan masyarakat. Pencerahan pun tinggal impian.
Kondisi ini lantas coba dijawab Eka Tarigan, Resi, Rani, dan Duma untuk membangun Rumah Buku. Koleksi pribadi yang disumbangkan menjadi cikal bakal lahirnya Rumah Buku di seputar Jalan Let Jend Djamin Ginting Medan ini. “Ide ini dari empat orang alumni Pers Mahasiswa Suara USU dengan idealisme sesama penyuka buku. Mencoba berbagi kepada masyarakat bagaimana asyiknya membaca buku,” jelas salah seorang pengelola Rumah Buku, Wilma.
Awalnya Rumah Buku hadir di Jalan Let Jen Djamin Ginting Kompleks Pamen, 1 April 2007 silam. “Saat itu masih sangat sederhana dengan tempat hanya berukuran 3×4 meter. Kalau ada 3 orang saja sudah sesak,” kenangnya.
Seiring besarnya sambutan masyarakat dan penambahan koleksi, Rumah Buku membutuhkan lokasi lebih luas. Jadilah pada 5 Oktober 2010 silam, Rumah Buku menempati rumah barunya di Jalan Let Jend Djamin Ginting No 514 Medan.
Tidak seperti taman bacaan kebanyakan yang hanya menawarkan buku populer berupa komik, di Rumah Buku ditemui buku pendidikan, ilmu sosial politik dan budaya, juga tulisan tokoh sastra dunia. Seperti Novel Anna Kaerina karya sastrawan Rusia Leo Tolstoy, Sastrawan Jepang Lian Hern, juga karya sastrawan Indonesia. Salah satunya Tetralogi Pramoedya Ananta Toer dan Umar Khayam yang sudah langka itu. “Jumlahnya sih gak tahu pasti ya, kisaran 10.000 eksamplar gitu ya. Sebahagian besar dari sumbangan masyarakat dan teman-teman mahasiswa,” ucap mahasiswa Bahasa Jepang Fakultas Sastra USU ini.
Terhampar dua karpet dengan meja panjang di atasnya sebagai tempat membaca. Bisa juga sembari menikmati lembutnya kursi rotan di bagian depan. Alunan musik dari speaker mini memastikan kenyamanan untuk memahami isi bacaan.
Keberadaan Rumah Buku ini dilengkapi Cafe Buku yang diresmikan Sabtu (24/10) lalu. Menurut salah seorang pemilik, Ruth, kehadiran Cafe Buku untuk mendukung Rumah Buku . “Saya dengan tiga orang lainnya Ricard, Eci, dan Eka ingin Rumah Buku ini lebih memberikan kenyamanan kepada pengunjung,” jelas Ruth.
Antara Rumah Buku dan Cafe Buku memiliki hubungan seperti nama menu yang berasal dari judul koleksi buku . “Misalnya The beads club ini berisi nasi goreng begitu juga Cinta Dalam Sepotong Roti untuk pesanan roti bakar dan sejenisnya. Ada Larutan Senja, Shite lies, Love in Sunkis, Cintapucino, dan Price of Tea. Selain itu ada menu unggulan yaitu spaghetti, poncoke, coffe, dan juice,” tambah cewek berlensa ini. Otomatis nama Rumah Buku mendapat tambahan Cafe Buku yang kemudian disingkat dengan Ruku Kabu.
Ruku Kabu memang masih sangat sederhana. Peminjaman buku pun dapat dilakukan dengan sistem membership. “Membership kita mulai anak SMP ke atas. Untuk anak SD yang ingin baca gratis,” bebernya. Untuk menjadi member terlebih dahulu mendaftar dengan menunjukkan kartu identitas, kemudian dimasukkan ke data-base. Member dikenakan biaya administrasi Rp3000 untuk pembuatan kartu anggota dan deposit Rp20.000 selama menjadi member.
Peminjaman buku, dikenakan tarif beragam, tergantung jenis buku. “Untuk komik kita kenakan Rp1000 selama dua hari dan novel bisa dipinjam sampai lima hari meskipun ada yang sistem sewanya per hari. Karena tidak semua orang bisa cepat memahami isi sebuah novel,” paparnya. (*)