Belajar Membuat Wayang dari Janur Kuning
10:40, 22/07/2010Mengunjungi Pameran 16 Museum se-Indonesia di Museum Negeri Sumut (1)
Ulang tahun kemerdekaan ke-65 Republik Indonesia masih beberapa pekan lagi. Namun gaungnya sudah sangat terasa di Museum Negeri Sumatera Utara Jalan HM Joni No 51 Medan, saat 16 museum se Indonesia menggelar pameran. Bagaimana suasananya?
Tepat di bagian dalam pintu masuk Museum Negeri Sumut, ada sebuah workshop pembuatan wayang. Workshop ini dilaksanakan oleh dalam rangka Gebyar 65 Tahun Indonesia Merdeka yang diikuti museum-museum dari daerah lain.
Uniknya lagi, workshop tidak menggunakan kulit kerbau sebagai biasanya bahan dasar utama pembuatan wayang kulit. Panitia memanfaatkan bambu sebagai kerangka serta janur kuning sebagai pembalut kerangka wayang.
Suasana terlihat santai, tidak formal seperti workshop-workshop yang umum dilakukan. Peserta dan panitia berbaur di lantai beralaskan karpet merah, dan duduk lesehan.
Kondisi itu memudahkan pengunjung untuk terlibat langsung dalam pembuatan wayang. Dua instruktur dengan seksama membimbing pengunjung yang ingin ikut menjadi peserta. Kedua instruktur itu bernama Didik dan Muriyem, datang langsung dari Museum Wayang Perjuangan Jakarta.
Dengan telaten, Didik dan Mursiyem peserta workshop. Wartawan koran ini yang juga duduk di karpet, mendapat kesempatan berbincang dengan kedua instruktur yang kental logat Jawanya tersebut. Menurut mereka,, membuat wayang kulit hanya menggunakan bahan dasar kulit kerbau, bambu atau janur saja.
“Kalau wayang pada umumnya, biasanya menggunakan kulit kerbau. Tapi, sebenarnya bahan lain juga bisa. Selain bambu, dari kawat pun bisa juga bias sebagai kerangka. Kalau janurnya, untuk membalut kerangkanya. Selain dua bahan itu, bahan-bahan lainnya seperti kertas koran, kawat listrik, rumput mendong, daun pandan pun bisa juga. kalau kerangkanya bisa juga dari kawat,” ujar Didik.
Sementara itu, Mursiyem yang tengah asyik mengerjakan pembuatan wayang yang tengah dipegangnya pun urun suara. Mursiyem mengatakan, untuk kretivitas sebenarnya tidak terbatas dengan bahan-bahan itu saja.
“Kalau kreatif, semua bahan pun bisa. Karena orang yang kreatif itu selalu punya banyak ide untuk mengolah barang bekas jadi hasil karya,” katanya.
Sejenak wartawan koran ini memperhatikan tangan Mursiyem menganyam janur kelapa dan bambu menjadi wayang. Ternyata, tak segampang seperti yang dibayangkan. Pantas saja, kedua pengunjung perempuan tersebut tidak sabar.
Tepat dibelakang kedua instruktur tesebut, ada beberapa hasil karya kerajinan tangan mereka. Dengan cekatan Didik menjelaskan nama-nama dari empat wayang yang ada. Keempatnya adalah Arjuna, Bima, Yudistira dan Semar.
“Ini Arjuna Mas. Kalau yang ini Bima dan Yudistira. Yang perutnya agak buncit ini Semar,” ucap Didik.
Mengenai waktu yang dibutuhkan untuk membuatannya, Didik menerangkan, jika telaten belajar, maksimal dalam waktu dua jam bisa membuat satu wayang.
“Tergantung ketelatenan. Baik anak-anak dan orang dewasa, untuk belajar dan bisa langsung membuatnya paling lama hanya dua jam,” tukas Didik.
Setelah berbincang panjang lebar, Didik dan Mursiyem sedikit mengeluh. Sejak pameran digelar Senin (19/7) lalu, pengunjung tak seramai yang dibayangkan.
“Kalau di Jakarta, pameran selalu diramaikan pengunjung baik dari masyarakat, sampai wartawan. Di sini sepi. Kalaupun yang banyak datang adalah anak-anak sekolah. Kalau dari kalangan umum sedikit sekali, sepertinya kurang publikasi,” cetusnya.
Benarkah pameran di museum itu sepi karena kurang publikasi? Kepala Tata Usaha museum yang ditemui kemarin terlihat sedang banyak menerima tamu. wartawan koran ini kemudian diarahkan menemui Kepala Sub Bagian (Kasubbag) TU Museum Negeri Sumatera Utara Sepakat Sebayang. Menurut Sepakat, antusiasme masyarakat mengunjungi museum relatif besar.
“Hari pembukaan lalu, banyak pengunjungnya. Tercatat ada 700-an pengunjung yang datang. Kalau hari ini, mungkin karena lagi sibuk saja. Untuk masalah publikasi pun tidak ada masalah. Sebelum pameran ini, pihak Museum Negeri Sumatera Utara telah memasang spanduk, banner di 16 titik di setiap persimpangan di Medan. Untuk media massa pun sudah diundang waktu pembukaan itu,” kilahnya.
Terlepas dari itu, Sepakat Sebayang mengungkapkan, pameran di museum yang peletakan batu pertamanya dilakukan presiden pertama RI Ir Soekarno 28 Oktober 1954 lalu itu, akan berjalan satu bulan penuh, terhitung dari 19 Juli hingga 29 Agustus mendatang.
“Buka mulai pukul 08.30 WIB dan tutup sampai pukul 15.30 WIB. Untuk workshop pembuatan wayang hanya berlangsung 10 hari, terhitung dari pembukaan sampai tanggal 28 Juli saja. Untuk jumlah koleksi yang dipamerkan ada sebanyak 100 koleksi lebih, dari 16 museum di seluruh Indonesia. Sumatera Utara sendiri mengikutsertakan koleksi-koleksi dari tiga museum yakni, Museum Negeri Sumatera Utara, Museum Perjuangan TNI dan Museum Pers. Lokasinya pamerannya berada di lantai dua museum ini,” terangnya. (bersambung)