Makan Dijatah Sekali Seminggu

10:13, 04/02/2011

Tiga TKW Kabur dari Penampungan

MEDAN TIMUR-Tiga calon tenaga kerja wanita (TKW) asal Pulau Jawa, melarikan diri dari tempat penampungan sementara CV Madju Jaya, Jalan Angsa. Ketiga TKW tersebut masing-masing, Bariah (33), warga Desa Ciheras, Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sumarti (25), warga Klampok RT06/01, Godong, Grobogan, Jawa Tengah dan Susilawati (14), warga Purbalingga.

Mereka mengaku melarikan diri karena tak tahan menerima siksaan dan jarang diberi makan. Kemarin sore Susi sudah dijemput keluarganya, sedangkan Bariah dan Sumarti masih ditampung di rumah seorang warga, Ustad Juliardi, Jalan Purwosari Gang Hiligeo I, Medan Timur.

Kepada wartawan koran ini, Bariah dan Sumarti mengaku tidak tahan dimarahi, dimaki dan tidak digaji oleh pemilik perusahaan jasa TKI tersebut. Mereka melarikan diri pada Rabu dini hari (2/2) sekira pukul 02.30 WIB dengan melompat pagar.

“Saya sendiri melamar pekerjaan di Yayasan Tunas Karya, Senen, Jakarta Pusat dan dikirim ke Medann
Tetapi setibanya di Medan, saya bukannya dipekerjakan tetapi justru ditampung lagi di CV Maju Jaya. Tetapi di sini kami bukannya dipekerjakan tetapi justru kami dimarahi, disiksa, dimaki dan tidak digaji. Barang-barang kami juga ditahan sama kepala penampungan di situ,” tukas Sumarti sambil berlinang air mata, Kamis (3/2).
Penyiksaan yang dilakukan oknum di CV Madju Jaya ini, terjadi hampir setiap hari. Bukan hanya itu, mereka juga tidak mendapatkan makanan yang layak. Bariah menambahkan, tendangan, tonjokan dan tamparan, seolah menjadi hal yang biasa. “Saya sering bekerja sebagai TKW di Malaysia, Singapura selama 5 tahun, namun tidak pernah diperlakukan kasar dan dianiaya,” tambah Bariah.

Sumarti menimpali, mereka bersama teman-temannya di penampungan itu hanya diberi nasi dan lauk sekali masak untuk kebutuhan selama seminggu. “Jadi makanan yang seharusnya dimakan satu hari terpaksa dijadikan satu minggu. Biar bisa dimakan harus dimasukkan ke dalam kulkas,” ucapnya sembari meneteskan air mata.
Karena tak tahan, sambung Sumarti, dirinya berencana melarikan diri dari tempat penampungan itu. Rencananya itu kemudian didukung Bariah dan Susilawati. Untuk mewujudkan rencana itu,  pada 1 Februari Sumarti mengambil pisau dan obeng serta benda tajam lainnya dari dapur tanpa sepengetahuan penjaga. “Saya mencongkel pintu yang terkunci, pembongkaran itu memakan waktu setengah jam, setelah pintu terbuka barulah aku memanggil teman-teman untuk kabur,” ceritanya.

Bariah menambahkan, setelah melarikan diri dari tempat penampungan dia ingin balik ke tempat saudaranya di Jakarta, kalau pulang ke kampung halaman tidak mungkin karena kalau ketahuan sama keluarga bisa membuat mereka (keluarga) cemas dan khawatir. “Saya trauma atas kejadian ini, namun saya akan tetap bekerja sebagai TKW khusus di dalam negeri saja,” ucapnya.

Bariah bahkan mengatakan, dia belum memberitahukan kondisinya kepada keluarganya di kampung, tapi saudaranya yang di Jakarta sudah dikabari. “Takutnya kalau keluarga di kampung dikabari bisa membuat mereka  cemas dan khawatir,” katanya.

Bariah mengaku, dia dan dua rekannya sama-sama berangkat dari Jakarta hingga berada di Medan, hanya untuk mendapatkan pekerjaan. “Sudah satu minggu berada di penampungan dengan tidak mendapatkan perlakuan yang layak,” tegasnya. Selain penganiayaan, sambung Bariah, perjanjian kontrak dengan CV Madju jaya juga tidak ditepati.
“Handphone semua TKW yang ada di penampungan ditahan, tidak boleh menghubungi keluarga dan ada juga yang gajinya selama 4 tahun serta uang pribadi ditahan oleh pihak penampungan, inilah yang membuat aneh,” tegas Bariah. Hingga sat ini, beber Bariah lagi, barang-barang bawaan dari kampung masih berada di tempat penampungan, begitu juga rekan TKW lainnya. Ada sekitar delapan orang lagi yang berada di penampungan.

Sumarti menuturkan, petugas di penampungan juga mengancam mereka untuk tidak melapor ke polisi. Pasalnya tindakan itu percuma. Banyak yang kabur dan lapor polisi, tapi dikembalikan lagi ke penampungan. “Kalau lapor polisi, percuma karena menantu yang punya perusahaan ini juga petugas dan kalian akan dikembalikan kesini juga,” ancam petugas penampungan sebagaimana ditirukan Sumarti.

Sumarti mengucapkan, mereka diberangkatkan dari Jakarta dengan janji bakal mendapat gaji Rp850 per bulan dengan kontrak selama satu tahun. “Kenyataannya berbeda dengan yang kami alami bang. kami tidak mau melapor ke polisi bang karena takutnya sama saja. Yang kami inginkan hanya ingin pulang ke tempat asal kami saja di Jawa sana,” ucapnya.

Sementara itu Kepala Lingkungan 11 Kelurahan Pulo Brayan Darat, Ir Marasati Aritonang, mengatakan mengetahui adanya TKW yang melarikan diri dari Andi (nazir Mesjid). “Ketiga TKW berada di lingkungan mesjid sambil bersembunyi dan masuk ke masjid saat warga sudah selesai melaksanakan salat Subuh pada 1 Februari 2011,” tegas Aritonang.

Saat ditemukan, sambung Aritonang, kondisi ketiga TKW tersebut kumuh dan buang air di dalam celana, setelah menceritakan masalahnya, barulah ketiganya dibawa kerumah Ustad Juliardi untuk diberikan tempat tinggal sementara. Hingga saat ini ketiganya tinggal dirumah ustad tersebut di Jalan Purwosari No 91 Gang Hiligeo.
Ia menjelaskan, hingga saat ini pihaknya sudah melacak dan menemukan alamat penampungan TKW tersebut, yaitu CV Madju Jaya, Jalan Angsa Lingkungan 11 Kecamatan Medan Timur yang tidak jauh dari lokasi tempat tinggal sementara ketiga TKW tersebut. “Susilawati (14) saat ini tinggal bersama saudaranya di Jalan Ngumban Surbakti Medan, karena kondisi fisik yang tidak sehat dan trauma,” tegas Aritonang

Kapolsekta Medan Timur, Kompol Patar Silalahi SIK mengaku, pihaknya sudah ada menerima laporan dari warga mengenai kasus tiga TKW yang melarikan diri. Ditegaskannya, pihaknya juga sudah melakukan pengecekan. “Sudah kita lakukan penyelidikan dan kita sudah mencek lokasi yayasan tersebut. Kita juga akan mencek legalitas yayasan tersebut,” tegasnya.

Ketika ditanyai mengenai bahwa ada menantu pemilik perusahaan juga petugas, Patar Silalahi mengaku, tidak tahu-menahu mengenai itu. “Kalau katanya menantu yang punya yayasan ada petugas, itu di luar tanggung jawab kita dan kita tidak tahu-menahu mengenai itu. Yang perlu itu mengenai legalitas dan menanggapi laporan warga tadi,” ungkapnya.

Sementara itu, Barca, Direktur CV Maju Jaya, membantah mengenai hal itu. “Tidak ada disiksa, dimaki, dimarahi, tidak dikasih makan, diambil barang-barangnya dan ditahan gajinya. Paling lama para pekerja itu seminggu dan langsung kita salurkan ke majikannya,” kata Barca. (rud/jon/mag-1)


YM

 
PLN Bottom Bar